TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo meminta revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi melibatkan banyak pihak. "Tolong, rakyat ditanya. Ahli hukum, akademisi, dan aktivis antikorupsi juga diajak bicara," kata Jokowi di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu, 2 Desember 2015. Menurut Jokowi, revisi beleid itu merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat. Yang terpenting, ucap dia, revisi jangan sampai memperlemah lembaga antirasuah itu. "Semangat revisi itu untuk memperkuat KPK, bukan sebaliknya," ujarnya.
Sebelumnya, Badan Legislasi DPR mengadakan rapat dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly untuk membahas tentang dua RUU krusial, yakni RUU KPK dan RUU Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak. Dalam rapat tersebut diperoleh kesepakatan bahwa pemerintah akan mengusulkan UU Tax Amnesty dan DPR akan mengusulkan RUU KPK. Dua beleid itu akan dibahas dalam Prolegnas Prioritas 2015.
Baleg menyetujui "barter" yang disepakati dengan pemerintah melalui Menteri Yasonna Laoly untuk mengusulkan RUU KPK sebagai RUU inisiatif DPR 2015. Baleg dan Yasonna juga menyetujui RUU Tax Amnesty sebagai RUU inisiatif pemerintah.
Usul serupa juga pernah dilontarkan pada Oktober lalu. Saat itu DPR sempat membuat heboh publik dengan usul revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam usul tersebut, terdapat beberapa pasal yang dianggap justru akan melemahkan kedudukan lembaga antirasuah itu. Beberapa poin itu antara lain pembatasan usia KPK yang hanya 12 tahun, penyadapan harus melalui izin jaksa, menangani kasus korupsi di bawah Rp 50 miliar, dan beberapa pasal lain yang berindikasi pada upaya pelemahan KPK. Namun usul itu mentah karena banyak mendapat tentangan publik.