Ganti Rugi Korban Salah Tangkap Sudah Naik, Tapi Belum Adil

Reporter

Editor

Yuliawati

Rabu, 25 November 2015 23:03 WIB

Rahmatullah, 29 tahun, diduga sebagai korban salah tangkap oleh polisi. Ia dituduh merampok dan memperkosa meski semua korban menyangkal keterlibatan Rahmat

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly memutuskan menaikkan besaran ganti rugi untuk korban salah tangkap. Yasonna Selasa, 24 November 2015 mengumumkan ganti rugi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 akan dinaikkan menjadi sebesar Rp 500 ribu sampai Rp 100 juta.

Pemerintah menaikkan ganti rugi korban salah tangkap yang menderita luka berat minimal Rp 25 juta. Adapun, korban yang meninggal dunia mendapat ganti rugi Rp 50 juta sampai Rp 600 juta. "Nilai ganti rugi disesuaikan dengan harga emas," kata Yasonna.

Sebelumnya, korban salah tangkap hanya mendapat ganti rugi Rp 5 ribu hingga Rp 1 juta. Adapun korban salah tangkap yang mengalami cacat sampai meninggal dunia hanya mendapat ganti rugi sebesar Rp 3 juta.

Menurut kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Johanes Gea, pengumuman kenaikan ganti rugi tak otomatis memberikan rasa keadilan bagi korban. "Jumlah ini belum maksimal karena pemerintah mematok nilai minimal dan maksimal, tak ada ruang bagi hakim untuk memberikan dalam jumlah yang lebih besar," kata Gea.


Dia mencontohkan, di Amerika Serikat korban salah tangkap mendapatkan ganti rugi dalam jumlah besar. Mahasiswa Universitas California Daniel Chong mendapatkan ganti rugi setara Rp 42 Milyar dan warga Connecticut Kenneth Ireland mendapat Rp 78 miliar.

Disamping persoalan besaran ganti rugi, LBH menilai ada beberapa syarat soal ganti rugi korban salah tangkap yang perlu mendapatkan perhatian. Pertama, syarat penuntutan ganti rugi hanya 3 bulan sejak keputusan inkracht atau perkara berlaku hukum tetap.

"Seharusnya ketentuan ini dihilangkan sebab ganti rugi itu hak yang dimiliki korban, sehingga tidak harus dibatasi," kata Gea. Apalagi, kata Gea dalam praktiknya banyak korban yang terlambat atau tidak dapat mengakses keputusan hukumnya.

Kedua, Peraturan Pemerintah hanya memberikan ganti rugi bagi yang berstatus tersangka, terdakwa dan terpidana. "Padahal banyak sekali korban salah tangkap polisi terjadi pada waktu si korban masih berstatus saksi," kata Gea. Ketiga, proses pencairan dana ganti rugi yang berbelit-belit.

Gea menyarankan agar Presiden Joko Widodo memperhatikan hal tersebut sebelum menandatangani peraturan pemerintah pada Desember nanti. "Demi terwujudnya keadilan bagi korban," kata dia.



ARKHELAUS W/YULIAWATI

Berita terkait

Menkumham Beri Remisi Lebaran 159.557 Narapidana, Bagaimana Aturan dan Siapa yang Berhak Mendapatkannya?

19 hari lalu

Menkumham Beri Remisi Lebaran 159.557 Narapidana, Bagaimana Aturan dan Siapa yang Berhak Mendapatkannya?

Menkumham berikan remisi khusus kepada 159.557 narapidana saat perayaan Idul Fitri 1445 H. Apa dasar hukum pemberian remisi ini?

Baca Selengkapnya

Remisi terhadap Koruptor Dinilai Bermasalah Setelah Pencabutan PP 99 Tahun 2012

21 hari lalu

Remisi terhadap Koruptor Dinilai Bermasalah Setelah Pencabutan PP 99 Tahun 2012

Eks Penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap menilai remisi terhadap para koruptor lebih mudah setelah pencabutan PP 99 Tahun 2012 oleh Mahkamah Agung.

Baca Selengkapnya

159.557 Narapidana Dapat Remisi Khusus Idulfitri 1445 H, Negara Disebut Menghemat Uang Makan Rp 81,2 Miliar

21 hari lalu

159.557 Narapidana Dapat Remisi Khusus Idulfitri 1445 H, Negara Disebut Menghemat Uang Makan Rp 81,2 Miliar

Yasonna Laoly mengatakan remisi dan PMP merupakan wujud nyata dari sikap negara sebagai penghargaan kepada napi yang berkelakuan baik.

Baca Selengkapnya

Sengketa Kekayaan Intelektual 1.668 Kerat Gelas Berakhir Damai

23 hari lalu

Sengketa Kekayaan Intelektual 1.668 Kerat Gelas Berakhir Damai

Perusahaan terlapor menyerahkan alat cetak kerat gelas kepada perusahaan pelapor dan berjanji tidak akan mencetak dan menjual kerat gelas lagi.

Baca Selengkapnya

KPK Segera Keluarkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, Ini Kilas Kasus Suap yang Seret Eks Wamenkumham

24 hari lalu

KPK Segera Keluarkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, Ini Kilas Kasus Suap yang Seret Eks Wamenkumham

KPK segera terbitkan Sprindik baru Eddy Hiariej. Ini kilas balik dugaan kasus suap eks Wamenkumham dan saksi ahli tim Prabowo-Gibran di MK.

Baca Selengkapnya

Yassonna Laoly Rombak Jabatan di Kemenkumham: Reynhard Silitonga Jadi Irjen, Posisi Dirjen PAS Kosong

25 hari lalu

Yassonna Laoly Rombak Jabatan di Kemenkumham: Reynhard Silitonga Jadi Irjen, Posisi Dirjen PAS Kosong

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly melantik 18 pejabat hasil perombakan di Kemenkumham hari ini

Baca Selengkapnya

Sudah Gelar Perkara, KPK Segera Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej

25 hari lalu

Sudah Gelar Perkara, KPK Segera Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej

KPK segera menerbitkan surat perintah penyidikan atau sprindik baru terhadap bekas wamenkumham Eddy Hiariej

Baca Selengkapnya

Cegah Pungli di Rutan, Pimpinan KPK Usulkan Aturan Tahanan di Rutan Dilonggarkan

43 hari lalu

Cegah Pungli di Rutan, Pimpinan KPK Usulkan Aturan Tahanan di Rutan Dilonggarkan

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengusulkan aturan tahanan di rutan dilonggarkan agar tidak lagi terjadi pungli.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Siap Proses Pegawainya yang Jadi Lurah Dalam Kasus Pungli di Rutan KPK

25 Februari 2024

DPRD DKI Siap Proses Pegawainya yang Jadi Lurah Dalam Kasus Pungli di Rutan KPK

DPRD DKI Jakarta siap memproses pegawai bernama Hengki yang diduga terlibat kasus pungli di rutan KPK

Baca Selengkapnya

Diduga Acara Eks HTI, Polisi Periksa Penyelenggara dan Manajemen TMII

23 Februari 2024

Diduga Acara Eks HTI, Polisi Periksa Penyelenggara dan Manajemen TMII

Nicolas menjelaskan penyelenggara acara itu telah meminta izin keramaian kepada Polsek Cipayung terkait kegiatan peringatan Isra Miraj di TMII.

Baca Selengkapnya