Kisah Salah Tangkap Sri Mulyati Hingga Anaknya Putus Sekolah
Editor
Eko Ari Wibowo
Jumat, 20 November 2015 23:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sri Mulyati, 40 tahun, yang menjadi korban peradilan sesat di Semarang, mengaku anaknya putus sekolah sejak ia dipenjara selama 13 bulan.
"Yang putus sekolah ada tiga. Setelah saya masuk penjara, enggak ada yang kerja. Anak-anak cari kerja sendiri buat makan," kata Sri di kantor Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan di Jakarta Selatan, pada Jumat, 20 November 2015.
Sri mengaku dari empat anaknya, hanya anak perempuan paling kecil yang bersekolah. Kini, anak keduanya yang berusia 20 tahun, bekerja di toko optik kacamata. Lainnya, pengangguran dan di rumah saja.
Sebelum kasus salah tangkap, Sri berperan sebagai kepala rumah tangga. Sri bekerja seorang diri demi menghidupi keluarganya. "Suami sakit gula dan komplikasi," ungkapnya sambil menahan tangis.
Sri mengalami kasus salah tangkap ini pada 8 Juni 2011 di Semarang, Jawa Tengah. Saat itu, Sri yang menjadi kasir di salah satu tempat karaoke, ditangkap polisi dengan tuduhan berat: memperkerjakan anak di bawah umur. Polisi bukannya menahan pemilik karaoke itu, melainkan Sri yang bergaji Rp 750 ribu per bulan.
Setelah bebas dari jeruji besi, wanita asli Semarang ini memulai kembali hidupnya dari nol. Tetangga di sekitar rumah, yang semula tak mau menemaninya, kini mulai terbuka setelah tahu kejadian sebenarnya. Sri pun mengaku telah mendapatkan pekerjaan. "Di warung makan jadi tukang masak dari pagi sampai siang," katanya. "Siang sampai sore jadi pembantu rumah tangga."
Sri dan tim kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron datang ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, pada Jumat pagi. Mereka hendak mengadukan proses ganti rugi dari negara sejumlah Rp 5 juta dan denda Rp 2 juta, yang sampai saat ini belum diterima oleh Sri.
Mereka juga diajak ke dalam sebuah forum oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Widodo Ekatjahjana, untuk melengkapi penyusunan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP, yang salah satunya mengatur ganti rugi bagi korban salah tangkap dan penahanan, seperti yang dialami Sri.
FRISKI RIANA