Pengukuran Lahan Bandara Terganjal Peraturan Menteri
Editor
LN Idayanie Yogya
Selasa, 17 November 2015 17:24 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Rencana sosialisasi dan pengukuran lahan calon bandara di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, belum bisa dipastikan pelaksanaannya. Realisasi tahapan itu menunggu keputusan Menteri Keuangan atas pengajuan revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13/PMK.02/2013.
Aturan itu menyebutkan, anggaran kegiatan sosialisasi hingga pengukuran hanya sebesar Rp 1,6 miliar. Sedangkan, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) DIY mengajukan usulan Rp 9 miliar, meliputi sosialisasi hingga penyertifikatan. “Itu urusan pusat. Jelas tahapan selanjutnya molor. Tapi saya kan enggak bisa interupsi,” kata Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, yang ditemui di Kepatihan Yogyakarta, kemarin.
Sebelumnya, agenda sosialisasi dan pengukuran dijadwalkan 10-11 November. Agenda itu lalu diundur pekan ini. Lantaran belum ada kejelasan soal PMK tersebut, jadwal agenda itu belum jelas.
Anggaran tersebut, di antaranya untuk membayar petugas yang melakukan pengukuran. Sultan berharap dana Rp 1,6 miliar itu dimaksimalkan dulu sembari menunggu dana selanjutnya cair, mengingat Menteri Agraria juga menganggarkan dana darurat.
Namun langkah tersebut dikhawatirkan memunculkan masalah berupa temuan penyalahgunaan keuangan negara.“Perkara nanti ditomboki dulu, enggak masalah. Tapi kalau prinsip enggak disetujui, ya enggak berani. Nanti jadi temuan,” kata Sultan.
Langkah yang sudah diambil pemerintah DIY bersama pemrakarsa bandara, PT Angkasa Pura I, sejauh ini melakukan rapat koordinasi dengan Deputi Wakil Presiden untuk mengambil langkah agar persoalan itu bisa diselesaikan. “Hasil koordinasinya bagaimana. Kalau sudah ada hasil, BPN sudah bisa turun ke lapangan,” kata Sultan.
Sementara itu, Koordinator Wahana Tri Tunggal (WTT) yang menolak pembangunan bandara di Temon, Martono, menjelaskan warga di pesisir tetap beraktivitas seperti biasa. Mereka tidak terdampak ketidakjelasan tahapan sosialisasi hingga pengukuran lahan calon bandara itu.
Bahkan permintaan pemerintah DIY agar pemerintah pusat menurunkan dana Rp 9 miliar akan menjadi acuan bagi warga yang menerima pembangunan bandara dengan syarat untuk menentukan nilai ganti rugi lahan yang diminta. “Kalau pusat mau ngasih Rp 9 miliar dari seharusnya Rp 1,6 miliar, masak warga enggak boleh minta ganti rugi lebih? Itu kan uang rakyat juga,” kata Martono saat dihubungi Tempo.
Berdasarkan data terbaru milik WTT, persentase warga yang menolak pembangunan bandara di Temon ialah 30 persen, warga yang menerima 10 persen, sedangkan warga yang menerima dengan syarat sebanyak 60 persen. “Yang 60 persen itu bisa jadi menolak kalau ganti rugi yang diminta tidak diberikan,” kata dia.
PITO AGUSTIN RUDIANA