Presiden Joko Widodo memimpin proses pelantikan 34 menteri yang dipilihnya dalam kabinet kerja di Istana Negara, Jakarta, 27 Oktober 2014. TEMPO/Subekti.
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik Hanta Yudha mengatakan perombakan kabinet jilid pertama belum memuaskan. Jika ada opsi untuk kembali merombak, ia menyarankan agar Presiden Joko Widodo mengganti semua menteri yang berkinerja buruk. “Jangan cuma satu atau dua menteri karena efeknya pasti enggak nendang,” ujarnya saat berbicara dalam diskusi panel di Cikini, Jakarta Pusat, 7 November 2015.
Hanta mengatakan formasi kabinet racikan Jokowi pasca-reshuffle jilid pertama mestinya mampu mengobati berbagai persoalan bangsa, khususnya yang terkait dengan masalah ekonomi dan hukum. Faktanya, langkah itu tak kunjung memperbaiki persepsi publik. Hanta beranggapan kondisi itu dilatari oleh kesalahan Jokowi yang mempercayakan pos kementerian kepada teknokrat yang tak sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Rapor kementerian Jokowi juga ikut dipengaruhi percaturan politik partai pendukung. Peran mereka sangat menentukan lancar-tidaknya dukungan kebijakan di parlemen. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, kata Hanta, opsi perombakan kabinet hendaknya mengedepankan parameter yang mengukur kemampuan menteri dari sisi kinerja, loyalitas, dan kemampuan dalam koordinasi.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Andreas Hugo Pareira mengatakan para menteri yang minim performa tak harus disikapi lewat opsi perombakan. Begitu pun dengan mereka yang masih sulit membangun pola koordinasi. Kekurangan itu bisa diperbaiki. “Tapi, kalau dia lemah pada semua sisi, lebih baik berikan saja kesempatan untuk bekerja pada bidang lain,” katanya.
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Donal Fariz beranggapan bahwa evaluasi kementerian layak diarahkan pada aspek hukum, khususnya yang digawangi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Kejaksaan Agung. Selama ini, kata dia, kinerja dua lembaga tersebut kerap memicu kegaduhan yang menurunkan tingkat kepercayaan publik. “Kami menyarankan agar pos hukum tak lagi diisi kader partai,” tuturnya.