Revisi UU KPK, Pemerintah: Masuk Akal, Asal Ditata dengan Baik  

Reporter

Senin, 12 Oktober 2015 18:03 WIB

Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi sejumlah Menteri bidang perekonomian dan Pimpinan lembaga keuangan saat konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi di Istana Merdeka, Jakarta, 9 September 2015. Tempo/ Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan mengatakan usul revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang diajukan Dewan Perwakilan Rakyat bisa saja diterima, asalkan ditata dengan baik. Ia menegaskan, usul revisi yang diajukan kepada pemerintah tidak termasuk pembatasan usia KPK selama 12 tahun.

"Logika saya, sebenarnya masih masuk akal, asalkan ditata dengan benar. Presiden tak mau sampai ada pelemahan KPK. Presiden tetap minta KPK menjadi badan yang melakukan penindakan korupsi yang kuat," ucap Luhut di kompleks Istana Kepresidenan, Senin, 12 Oktober 2015.

Ia mencontohkan soal pengawas KPK. Luhut menuturkan nantinya pengawas KPK bisa saja dipilih dari tokoh senior yang sudah tak memiliki kepentingan. Misalnya mantan Ketua Mahkamah Agung. Presiden, ucap Luhut, nantinya menentukan pengawas KPK setelah melalui mekanisme seleksi. Contoh lain adalah mengenai penyadapan. Dalam hal itu, kata Luhut, harus ada prosedur penyadapan. "Di mana-mana tak ada prosedur penyadapan yang semena-mena, pasti ada prosedurnya. Prosedur ada, tapi tak perlu izin pengadilan," ucapnya.

Luhut juga menyebut soal penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) oleh KPK. Menurut dia, orang yang sudah meninggal dunia atau terkena penyakit berat selayaknya kasusnya dihentikan. "Atau ditemukan alat bukti ternyata dia tidak salah," ujar Luhut.

Luhut mengaku sudah bertemu dengan pimpinan DPR. Dalam pertemuan itu, ada empat poin usulan revisi yang disampaikan. Pertama, mengenai SP3. Usul kedua soal adanya pengawas bagi KPK. Menurut dia, dalam usul tersebut, DPR menilai harus ada pengawas bagi semua lembaga, termasuk KPK.

Ketiga, tutur Luhut, terkait dengan penyadapan. Menurut dia, dalam usul tersebut, penyadapan dilakukan setelah ada alat bukti yang menyatakan orang tersebut terlibat korupsi. Dan yang terakhir adalah adanya penyidik independen. Menurut dia, pemerintah belum mendalami soal usul penyidik independen tersebut. "Bisa juga dibenarkan. Kita mau melihat resminya dulu. Kita ingin baca bagaimana," katanya. Luhut tidak menyebut usul mengenai batas waktu 12 tahun bagi KPK dan pembatasan nilai kasus korupsi yang harus ditangani KPK dalam usul yang diajukan DPR kepada pemerintah.

ANANDA TERESIA








Berita terkait

Babak Baru Konflik KPK

2 jam lalu

Babak Baru Konflik KPK

Dewan Pengawas KPK menduga Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melanggar etik karena membantu mutasi kerabatnya di Kementerian Pertanian.

Baca Selengkapnya

KPK Panggil Plh Kadishub Asep Koswara sebagai Saksi Kasus Suap Bandung Smart City

3 jam lalu

KPK Panggil Plh Kadishub Asep Koswara sebagai Saksi Kasus Suap Bandung Smart City

KPK telah menetapkan bekas Wali Kota Bandung Yana Mulyana dan bekas Sekda Bandung Ema Sumarna sebagai tersangka kasus suap proyek Bandung Smart City.

Baca Selengkapnya

Mantan Pimpinan KPK Menilai Nurul Ghufron Layak Diberhentikan, Dianggap Insubordinasi Melawan Dewas KPK

3 jam lalu

Mantan Pimpinan KPK Menilai Nurul Ghufron Layak Diberhentikan, Dianggap Insubordinasi Melawan Dewas KPK

Mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto menganggap Nurul Ghufron tak penuhi syarat lagi sebagai pimpinan KPK. Insubordinasi melawan Dewas KPK.

Baca Selengkapnya

Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor di PN Jaksel Ditunda, KPK Tak Hadiri Sidang

5 jam lalu

Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor di PN Jaksel Ditunda, KPK Tak Hadiri Sidang

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor mengajukan praperadilan ke PN Jakarta selatan. Dua kali mangkir dari pemeriksaan KPK.

Baca Selengkapnya

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

7 jam lalu

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perdana praperadilan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor, Senin, 6 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

12 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan jemput paksa terhadap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor tak perlu harus menunggu pemanggilan ketiga.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

2 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

2 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

2 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

3 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya