Gelombang Tinggi, Wisatawan Tertahan di Karimun Jawa
Editor
Setiawan Adiwijaya
Selasa, 6 Oktober 2015 05:39 WIB
TEMPO.CO , Karimunjawa: Gelombang tinggi di kawasan perairan Karimunjawa sejak Selasa lalu, 29 September 2015, membuat banyak wisatawan lokal dan mancanegara tertahan tak bisa menyeberang ke Jepara.
Camat Karimunjawa, Muhamad Tahsin, 42 tahun, belum bisa memastikan berapa jumlah pasti wisatawan yang tertahan di Karimunjawa. "Sejak Senin lalu, saya berada di Jepara dan belum bisa kembali ke Karimun karena cuaca buruk," ujar Tahsin kepada Tempo, Selasa, 5 Oktober.
Pendataan jumlah wisatawan, menurut Tahsin, seharusnya memang ada. Namun, ia mengira sejumlah wisatawan sudah memilih jalur penerbangan yang dijadwalkan setiap Kamis dan Jumat. "Pasti ada yang memilih jalur udara saat tidak ada kapal. Tapi, berapa jumlahnya juga tidak dapat saya pastikan."
Menurut Tahsin, jumlah wisatawan yang tertahan tidak terlalu banyak karena bukan dalam masa libur. Kondisi cuaca seperti ini sudah sering terjadi. Cuaca laut sulit diprediksi sehingga sulit menjamin kapan kapal bisa datang dan kembali.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Andi Eka Sakya mengatakan, tinggi gelombang di perairan Karimun Jawa pada 3 dan 4 Oktober 2015 berada di kisaran 2.5 – 3.5 meter, dengan arah angin dari timur ke tenggara mencapai kecepatan 10 sampai 20 knot 20 – 40 km/jam.
Selanjutnya, pada 5 hingga 10 Oktober 2015 diperkirakan tinggi gelombang berada di kisaran 1.0 – 2.5 meter dengan arah angin dari timur ke tenggara berada di kisaran kecepatan 10 – 15 knot ~ 20 – 30 km/jam. "Tinggi gelombang sebagai dampak dari angin arah timur ke barat kecepatannya mencapai 20 sampai 30 km/jam," ujar Andi.
Dalam kondisi gelombang tinggi, perairan Karimunjawa masih bisa dilalui oleh kapal barang. "Ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi sesuai spek kapalnya. Kapal barang dan penumpang tentu beda, termasuk jenis kapalnya juga seperti apa," kata Tahsin.
Ahmad Hidayat, 25 tahun, salah satu wisatawan yang ditemui Tempo di kawasan tersebut mengatakan baru mengetahui tidak ada kapal menuju Jepara sehari sebelum rencana kepulangan. "Awalnya, saya tahu jadwal kapal normal, tapi karena sistem izin penyeberangan kapal H-1 sebelum keberangkatan, jadi saya baru tahu kapal tidak ada selasa sore (30 September 2015)," kata mahasiswa Universitas Gadjah Mada tersebut.
Ahmad sempat berpikir untuk ikut kapal barang yang masih bisa menyebrang. Namun diurungkan karena faktor jaminan keselamatan. "Pakai kapal barang tidak ditanggung kalau ada apa-apa. Sangat berisiko, apalagi kalau melihat gelombang yang tinggi."
AISHA SHAIDRA