Warga Cirebon dan Indramayu Mulai Makan Nasi Kering
Reporter
Editor
Senin, 12 Desember 2005 20:12 WIB
TEMPO Interaktif, Indramayu:Lebih dari 70 kepala keluarga di Desa Totoran, Indramayu, Jawa Barat, sudah sebulan ini selalu makan nasi aking, atau nasi bekas yang dikeringkan. Sepekan sebelumnya warga Kapetakan Cirebon juga mulai banyak yang makan nasi tersebut. "Sudah sebulan beras raksin kami tidak dapatkan. Jadi sebulan ini kami selalu makan nasi aking,"kata Carwen (56). Menurutnya saat menerima beras raskin saja keluarganya bisa makan nasi betulan bukan aking.Setiap bulannya, Ibu Carwen mendapatkan jatah beras raskin sebanyak 8 kg dengan membayar sebesar Rp 10 ribu. Namun beras raskin ini hanya bisa bertahan 8 hari. "Selebihnya ya, kami makan nasi aking lagi,"ujar ibu dari empat anak yang suaminya sakit-sakitan. Anak-anaknya hanya memburuh di sawah maupun laut. "Kadang-kadang mereka dapat kerja, kadang tidak. Jadi belum bisa diharapkan membantu orangtua,"kata ibu yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh cuci dengan upah Rp 3 ribu. Tak jarang, ia mengaku kalau sudah tidak ada uang lagi, harus meminta nasi aking kepadatetangganya yang tergolong mampu. Kaur (Pembina) Desa Totoran, Dillah (50) mengakui jika sebagian penduduk desanya sudah terbiasa makan nasi aking. Menurutnya sejak areal persawahan di desa mereka dijadikan areal tambak, sejak itulah masyarakat desa Totoran mulai terbiasa dengan nasi aking. "Ini terjadi lebih kurang sejak lima tahun lalu,"katanya. Walaupun sawah di daerahnya hanya bisa dipanen sekali atau dua kali setahun, namun setidaknya areal persawahan memerlukan tenaga kerja yang cukup banyak dibandingkan dengan tambak. Menurut Dillah berdasarkan pengamatannya warga yang makan nasi aking paling banyak di 3 blok ; Bonjot 30 KK, Teluk 35 KK dan Pancer 20 KK. "Di Blok Pancer kemungkinan jumlahnya lebih banyak. Tetapi yang saya tahu baru 20 KK saja,"katanya. Ivansyah