TEMPO Interaktif, Jakarta:Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah yang mengatur izin siaran televisi. Empat paket Peraturan Pemerintah itu dinilai memangkas kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia. "Mereka jadi seperti tukang pos saja,"kata anggota Komisi Informasi dan Komunikasi Djoko Susilo.Menurut Djoko Peraturan No 50 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta yang baru ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 16 November lalu melanggar Undang-Undang Penyiaran yang ikut digodoknya. Pasal 35 ayat 5 undang-undang itu memuatn atas dasar hasil kesepakatan izin penyiaran diberikan negara melalui Komisi Penyiaran Indonesia. "Jadi yang kasih izin itu KPI,"kata Djoko.Anggota KPI Sasa Djuwarsa Sendjaja mengaku kecewa dengan peraturan pemerintah itu. Karena, peraturan pemerintah yang ditunggu komisi sebagai dasar hukum pemberian sanksi kepada penyiar yang bandel, tidak sesuai harapan. "Itu semua bertentangan dengan prinsip," katanya. Karena, dari peraturan pemerintah itu terkesan ada dua pintu pemberian izin yaitu melalui menteri dan komisi.Komisi Penyiaran akan menggugat peraturan itu ke Mahkamah Agung. "Kami minta PP itu ditunda sampai ada hasil uji materi dari MA,"kata Sasa.Menteri Komunikasi dan Informasi Sofyan Djalil mengatakan lebih baik memang peraturan itu diuji di Mahkamah Agung. Dia juga mengaku tidak bisa berbuat apa-apa lantaran draf peraturan itu sudah jadi tatkala dia pulang dari luar negeri. "Saya tidak bisa memveto hasil bahasan sampai draf itu,"katanya.Yophiandi
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terpilih sebagai tuan rumah penyelenggaraan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang dihadiri oleh perwakilan dari 34 provinsi di seluruh Indonesia