Pilkada Serentak, Wisnu Sakti Buana: KPUD Surabaya Begal
Editor
Febriyan
Selasa, 1 September 2015 16:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Calon Wakil Wali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana menuding Komisi Pemilihan Umum Daerah Surabaya sengaja menjegal keikutsertaannya dalam pemilihan kepada daerah serentak 2015. Kesengajaan KPUD, kata Wisnu, terlihat dari verifikasi dokumen yang tak dilakukan secara baik.
“Saya kira saat ini semua elemen di Surabaya terlibat. Kemarin partai politik, sekarang KPUD juga jadi begal,” kata Wisnu setelah menghadiri sidang gugatan Undang-Undang Pilkada di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 1 September 2015.
Wisnu, yang berpasangan dengan calon wali kota inkumben Tri Rismaharini, kembali dinyatakan sebagai calon tunggal pilkada Surabaya setelah KPUD Surabaya menyatakan lawannya, yaitu pasangan Rasiyo dan Dhimam Abror, tak lolos. KPUD Surabaya tak meloloskan mereka lantaran dianggap tidak melengkapi persyaratan administrasi, yaitu rekomendasi partai politik dan surat keterangan bebas tunggakan pajak.
Panitia pengawas, menurut Wisnu, sudah meminta agar rekomendasi partai politik diverifikasi secara faktual. Namun hal itu tak dilakukan oleh KPUD. Akibatnya, rekomendasi tersebut dianggap tak sah.
Mengenai bukti tak ada tunggakan pajak Dhimam, Wisnu mengatakan, saat penyerahan berkas, KPUD sudah menyatakan tak ada masalah. “Ternyata tiba-tiba muncul bahwa masih ada dokumen pajak yang kurang.”
Dia menganggap bahwa kejanggalan yang dilakukan KPUD merupakan pelanggaran etik luar biasa. Dia bahkan sudah melaporkannya kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Selain itu, Wisnu mendesak agar KPUD tetap mengesahkan pasangan Rasiyo-Dhimam Abror.
Dia menduga ada skenario besar yang ingin menjegal keikutsertaannya dalam pilkada. Dengan kondisi ini, dia pesimistis akan ada pendaftar lagi pada masa pendaftaran tambahan. Sebaliknya, ketiadaan rival, menurut dia, merupakan sebuah bukti bahwa para lawan sudah mengakui kemenangannya. “Maka itu, sudah seyogiyanya kami dilantik langsung,” ujarnya.
Solusi lain adalah tetap menggelar pilkada dengan satu calon. Artinya, dalam surat suara akan ada dua kotak yang salah satunya kosong. Jika pasangan tunggal tak mendapatkan suara lebih dari 50 persen, mereka tak bisa dilantik.
FAIZ NASHRILLAH