TEMPO.CO, Malang – Dari sekitar 600 narapidana kasus terorisme yang telah selesai menjalani hukuman, 15 persen atau 90 orang di antaranya kembali melakukan aksi teror. Ini merupakan temuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Sejak era Reformasi, penegak hukum menggunakan pendekatan hukum kepada pelaku tindak pidana terorisme," kata Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT Arief Dharmawan dalam rapat koordinasi penanggulangan terorisme di Balai Kota Malang, Selasa, 25 Agustus 2015.
Melihat fenomena tersebut, BNPT mengkaji ulang metode penanggulangan terorisme, terutama dalam memberikan efek jera bagi para pelakunya. Antara lain dengan menempatkan narapidana kasus terorisme di lembaga pemasyarakatan terpisah dengan kelompoknya.
Narapidana terorisme, kata dia, juga diterungku di sel supermaximumsecurity. Dari sisi pengadilan, diterapkan peradilan khusus bagi kejahatan yang tergolong luar biasa ini. Tujuannya agar para penegak hukum berfokus pada penanganan kasusnya.
Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Martin Hutabarat, mendorong BNPT melakukan upaya deradikalisasi. Tujuannya agar setelah bebas dari penjara, narapidana tersebut tidak melanjutkan aksi-aksi teror berikutnya. Caranya dengan melibatkan semua pihak, terutama tokoh-tokoh agama.
"Indonesia menjadi sasaran terorisme karena umat muslim terbesar di dunia dan toleran," ujarnya. Menurut dia, terorisme terjadi di seluruh dunia. Hampir tak ada negara, kata Martin, yang bebas dari teror.
Terorisme di Indonesia muncul sejak Bom Bali. Dampak dari bom bunuh diri tersebut adalah industri pariwisata nasional ambruk. Adapun pariwisata di Malaysia justru tumbuh sampai 200 persen. "Otak kita berpikir intelijen, Malaysia membiarkan teroris ke Indonesia. Pelaku teror di sini berasal dari Malaysia," tuturnya.
Sejak itu, kata Martin, sejumlah hotel dijaga ketat. Tamu hotel diperiksa, kendaraan dan barang bawaan pun tak luput digeledah. Sedangkan Malaysia, kata Martin, tenang-tenang saja dan justru menikmati dampak teror di Indonesia.
Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) Bangbang Surono, A.k, M.M, CA., optimis BNPT mampu berperan dan berdampak dalam mendukung tercapainya visi Indonesia Emas 2045.
Peran Perempuan dalam Terorisme Harus Dilihat Secara Holistik
26 Februari 2024
Peran Perempuan dalam Terorisme Harus Dilihat Secara Holistik
Executive Board Asian Moslem Network (AMAN) Indonesia, Yunianti Chuzaifah, menyoroti kaitan kaum perempuan Indonesia dengan terorisme tak hanya terjadi di ruang publik, melainkan juga di ruang domestik.