Tak Mau Ketinggalan, MUI Bentuk Tim Investigasi Tolikara
Editor
Agus Supriyanto
Rabu, 22 Juli 2015 14:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia akan segera membentuk tim investigasi sendiri untuk mencari data dan fakta seputar kasus Tolikara. Menurut mereka, tim investigasi ini akan bersinergi dan melengkapi temuan tim investigasi lain.
Keputusan tersebut disampaikan dalam konferensi pers di kantor MUI, Menteng, Rabu, 22 Juli 2015, pukul 11.00 WIB. Menurut Dewan Ulama MUI, tim investigasi ini mewakili rasa ingin tahu umat muslim Indonesia terhadap penyebab sebenarnya kejadian itu.
"Kalau mengatakan kasus ini terjadi karena speaker sepertinya terlalu naif. Masyarakat kita sudah tahu caranya bertoleransi," ujar Wakil Ketua Umum MUI Maruf Amin.
Selain menyiapkan tim investigasi ke Papua, Maruf mewakili ulama dan organisasi kemasyarakatan berbasis Islam mendesak pemerintah mencari dalang intelektual di balik konflik tersebut secara obyektif, jujur, dan transparan sampai tuntas.
Sebelumnya, kepada Tempo, dua pengurus GIDI Wilayah Tolikara mengakui perbuatan mereka melarang umat muslim Tolikara salat Idul Fitri. Mereka, Sekretaris GIDI Tolikara Marthen Jingga dan dan Ketua GIDI Tolikara Nayus Wenda, mengaku terkejut oleh dampak penerbitan surat larangan yang mereka susun itu.
Sementara itu, sekelompok ulama mengirimkan delapan anggota tim pencari fakta ke Tolikara untuk membantu polisi mengungkap kasus pembakaran tempat ibadah muslim di sana. "Hari ini mereka berangkat ke lokasi pembakaran untuk membantu mengungkap kasus ini," kata juru bicara Komite Umat untuk Tolikara Papua, Mustofa Nahra Wardaya, ketika dihubungi, Selasa, 21 Juli 2015.
Menurut Mustofa, tim itu diketuai oleh Fadlan Garamatan, ulama asli Papua. Sedangkan tujuh orang lainnya berasal dari pelbagai latar belakang keilmuan, seperti forensik dan pemerintahan.
Terbentuknya tim pencari fakta dan komite itu, kata dia, merupakan hasil pertemuan para tokoh Islam pada 19 Juli lalu. Di antaranya Arifin Ilham, Yusuf Mansur, Hidayat Nur Wahid, Didin Hafidhudin, Bahtiar Nasir, Aries Mufti, dan Muhammad Zaitun Rasmin. "Ini bukan tim bentukan pemerintah," ujarnya.
Pertemuan, kata Mustofa, membahas informasi yang simpang-siur ihwal kejadian di Tolikara. "Terkesan ada pembelokan opini dan mengadu domba antara masyarakat, TNI dan polisi, " ujar dia.
Menurut Mustofa, informasi yang simpang-siur itu misalnya tentang surat edaran Gereja Injili di Indonesia (GIDI) yang ditandatangani Pendeta Nayus Wenda dan Pendeta Marthen Jingga. Surat itu, kata dia, mulai dikabarkan sebagai dokumen ilegal.
Padahal, ujar Mustofa, polisi dan Bupati Tolikara menerima surat yang sama. "Tim akan mencari tahu apa ada kegiatan seminar dan KKR pemuda GIDI tingkat internasional di sana," katanya. "Kalau ada, kemungkinan besar surat itu benar beredar."
Selain itu, kata Mustafa, ada pihak lain yang juga mencoba membalikkan sejumlah fakta. Di antaranya ruko dan kios yang terbakar dinyatakan bukan karena kerusuhan, melainkan ketidaksengajaan. Juga massa bertindak anarkistis disebut karena polisi menembak anggota GIDI hingga tewas.
HUSSEIN ABRI YUSUF | BINTORO AGUNG S.