Menikah Dini Bukan Solusi Perbaikan Ekonomi

Reporter

Selasa, 21 Juli 2015 00:17 WIB

Ilustrasi pernikahan. (google)

TEMPO.CO, Padang - Susriati, 41 tahun, terlihat sedang sibuk mengasuh anaknya di sebuah rumah kayu yang terletak di kawasan Aur Kuning Kota Payakumbuh, Sumatera Barat. Anaknya yang bernama Zidane itu baru berusia 2 tahun.

Zidane merupakan, anak bungsu Sustriati bersama suaminya, Masri, 51 tahun. Mereka memiliki sembilan orang anak sejak menikah tahun 1990.
Saat itu Sustriati baru berusia 16 tahun. Ia dipaksa menikah karena tuntutan ekonomi. "Ayah yang minta saya menikah cepat, agar hidup kami berubah," ujarnya, Senin 20 Juli 2015.

Sustriati pun mengikuti keinginan ayahnya. Ia menikah dengan Masri yang saat itu berusia 26 tahun. Masa kecilnya pun terampas. "Saat itu saya tak mengerti apa-apa. Karena masih anak-anak. Hanya menyetujui perintah orang tua saja," ujarnya.

Sustriati tidak pernah membayangkan akan menikah di usia 16 tahun. Sebab, dia masih anak-anak. Belum layak untuk menikah dan menanggung tanggung jawab sebagai seorang istri. "Belum tahu apa-apa. Sudah disuruh menikah," ujarnya.

Merekapun mengarungi kehidupan rumah tangga dan merantau ke Duri, Riau. Namun, setelah melahirkan anak kedua, mereka pindah ke kampungnya di kawasan Air Tabit, Kecamatan Payakumbuh Timur.

Tiba di kampung, mereka bekerja di sebuah huller. Tinggal di tempat penggilangan padi, karena tak mampu membayar sewa rumah. Namun, mereka tetap berusaha untuk keluar dari kemiskinan. Mereka bekerja menjemur padi. Dapat upah Rp 4.000 perkarung. "Paling-paling bisa dapatkan 100 karung dalam satu bulan," ujarnya.

<!--more-->

Bagi Sustriati, menikah di usia dini bukan solusi untuk memperbaiki kondisi ekonomi. Malah, tak bisa merubah keadaan. Sebab, masih labil dan belum bisa berpikir secara dewasa. "Saya tak bolehkan anak saya menikah di usia dini. Terlalu cepat. Tak bisa merubah hidup," ujarnya.

Majelis Mahkamah Konstitusi menolak gugatan soal menaikkan batas usia minimal bagi perempuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Yayasan Kesehatan Perempuan dalam perkara 30/PUU-XII/2014 dan Yayasan Pemantauan Hak Anak dalam perkara 74/PUU-XII/2014 meminta batas usia ditingkatkan dari 16 jadi 18 tahun.

YKP mengajukan gugatan karena batas usia minimal perempuan menikah dalam UU Perkawinan rentan terhadap kesehatan reproduksi dan tingkat kemiskinan. YKP menilai organ reproduksi perempuan usia tersebut belum siap. Atas fakta ini, angka kematian ibu melahirkan sangat tinggi.

Direktur YKP, Yefni Heriani mengaku banyak mendampingi korban kekerasan rumah tangga, akibat menikah di usia anak. Yefni mengatakan, usia 17 tahun ke bawah itu masih kategori anak-anak dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Namun, dalam Undang-Undang Perwakinan batas usia perkawinan 16 tahun. "Tidak konsisten dalam kebijakan. Berarti inkonstitusional," ujarnya.

ANDRI EL FARUQI

Berita terkait

Wahiddudin Adams Minta Hakim Konstitusi Tak Takut Jika Revisi UU MK Benar Disahkan

2 hari lalu

Wahiddudin Adams Minta Hakim Konstitusi Tak Takut Jika Revisi UU MK Benar Disahkan

Wahiduddin Adams meminta hakim MK tak takut jika perubahan keempat UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, benar-benar disahkan DPR.

Baca Selengkapnya

Hamdan Zoelva Nilai Revisi UU MK Jadi Ancaman Bagi Eksistensi Indonesia sebagai Negara Hukum

3 hari lalu

Hamdan Zoelva Nilai Revisi UU MK Jadi Ancaman Bagi Eksistensi Indonesia sebagai Negara Hukum

Revisi UU MK tak hanya menjadi ancaman bagi independensi lembaga peradilan, namun ancaman yang sangat serius bagi Indonesia sebagai negara hukum.

Baca Selengkapnya

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

3 hari lalu

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

Pembahasan revisi UU MK antara pemerintah dan DPR menuai reaksi dari kalangan internal MK dan Ketua MKMK. Apa reaksi mereka?

Baca Selengkapnya

MK Batasi 6 Saksi dan Ahli di Sidang Sengketa Pileg, Apa Alasannya?

3 hari lalu

MK Batasi 6 Saksi dan Ahli di Sidang Sengketa Pileg, Apa Alasannya?

MK hanya membolehkan para pihak menghadirkan lima orang saksi dan satu ahli dalam sidang sengketa pileg.

Baca Selengkapnya

Respons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK

3 hari lalu

Respons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK

Mahkamah Konstitusi menanggapi perubahan keempat revisi UU MK yang baru saja disepakati pemerintah dan DPR.

Baca Selengkapnya

PSHK Ungkap 5 Masalah Prosedural Revisi UU MK, Salah Satunya Dibahas Secara Senyap

3 hari lalu

PSHK Ungkap 5 Masalah Prosedural Revisi UU MK, Salah Satunya Dibahas Secara Senyap

Perencanaan perubahan keempat UU MK tidak terdaftar dalam daftar panjang Program Legislasi Nasional alias Prolegnas 2020-2024.

Baca Selengkapnya

Revisi UU MK Disebut untuk Bersihkan 3 Hakim yang Beri Dissenting Opinion di Sengketa Pilpres 2024

3 hari lalu

Revisi UU MK Disebut untuk Bersihkan 3 Hakim yang Beri Dissenting Opinion di Sengketa Pilpres 2024

Salah satu substansi perubahan keempat UU MK yang disoroti oleh PSHK adalah Pasal 87. Mengatur perlunya persetujuan lembaga pengusul hakim konstitusi.

Baca Selengkapnya

Revisi UU Kementerian Negara, Baleg DPR Kaji Penghapusan Jumlah Kementerian hingga Pengangkatan Wamen

4 hari lalu

Revisi UU Kementerian Negara, Baleg DPR Kaji Penghapusan Jumlah Kementerian hingga Pengangkatan Wamen

Dalam Revisi UU Kementerian Negara, tim ahli mengusulkan agar jumlah kementerian negara ditetapkan sesuai kebutuhan presiden.

Baca Selengkapnya

Bawaslu Ungkap Alasan Caleg Terpilih Harus Mundur Jika Maju pada Pilkada 2024

4 hari lalu

Bawaslu Ungkap Alasan Caleg Terpilih Harus Mundur Jika Maju pada Pilkada 2024

Bawaslu menyatakan PKPU tentang pencalonan diperlukan untuk menghindari sengketa pada proses Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Mahfud Md Sebut RUU MK Mengganggu Independensi Hakim

4 hari lalu

Mahfud Md Sebut RUU MK Mengganggu Independensi Hakim

Mantan Menko Polhukam, Mahfud Md, mengungkapkan bahwa revisi Undang-undang Mahkamah Konstitusi mengganggu independensi hakim.

Baca Selengkapnya