TEMPO.CO, Makassar - TNI dan Polri sepakat mencari pelaku penganiayaan yang menewaskan Prajurit Satu Aspin M. dan melukai Prajurit Satu Faturahman. Aspin, anggota Yonif 433 Kostrad, dan Faturahman, anggota Brigif L-3/K, diketahui sedang menghabiskan cuti Lebaran di kampungnya di Gowa, Sulawesi Selatan.
Kesepakatan itu muncul setelah pertemuan antara Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat Inspektur Jenderal Anton Setiadji dan Panglima Kodam VII/Wirabuana Mayjen Bachtiar di Markas Kostrad Kariango, Kabupaten Maros, pada Minggu, 12 Juli 2015.
"Kapolda dan Pangdam sepakat mencari pelakunya dan sepakat menjaga situasi kondusif," kata juru bicara Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Frans Barung Mangera.
Pertemuan dua jenderal itu merupakan upaya menjaga keamanan dan ketertiban agar tetap kondusif. Barung menjelaskan, Korps Bhayangkara serius menangani kasus ini.
Wakil Kepala Polda Sulawesi Selatan dan Barat Brigadir Jenderal Ike Edwin memimpin langsung rapat penyelidikan kasus penganiayaan yang menewaskan anggota TNI. "Kami serius mengungkap kasus tersebut," ucapnya.
Aspin dan Faturahman diserang sekelompok orang tidak dikenal saat tengah duduk-duduk di Lapangan Syekh Yusuf, tepatnya di depan kantor Bupati Gowa, Minggu dinihari, 12 Juli 2015. Aspin meninggal dengan luka tikam pada bagian dada kiri di ruang operasi RS Wahidin Sudirohusodo. Adapun Faturahman dengan luka tikam pada perut masih dirawat intensif di RS Pelamonia.
Aspin dan Faturahman tidak sengaja bertemu di Lapangan Syekh Yusuf dan saling mengobrol. Tak berselang, segerombolan pelaku yang mengendarai sepeda motor langsung melakukan penyerangan secara brutal. Keduanya sempat dilarikan ke RS Syekh Yusuf sebelum akhirnya dirujuk ke RS Wahidin Sudirohusodo dan RS Pelamonia.
Seusai insiden, beredar rumor yang menyebutkan aksi itu diduga berkaitan dengan penyerangan pos polisi di Bundaran Samata pada Kamis, 2 Juli 2015, oleh sekelompok orang bersenjata tajam.
Dalam peristiwa berdarah itu, anggota Kepolisian Resor Gowa Brigadir Irvanudin tewas dengan luka parah bekas bacokan di sekujur tubuhnya. Sedangkan dua rekannya, Brigadir Dua Usman dan Brigadir Mus Muliadi, juga terluka tapi berhasil selamat.
Barung membantah adanya hubungan antara dua kasus itu. Ia menegaskan bahwa anggota kepolisian tidak mungkin melakukan penyerangan untuk melakukan balas dendam. Kasus pertama, tutur dia, masih dalam proses penyelidikan.