Raja dangdut, Rhoma Irama tiba dalam peresmian Partai Idaman di Jakarta, 11 Juli 2015. Partai Idaman juga berslogan membangun Indonesia yang Pancasilais. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Advertising
Advertising
Peluncuran singkat partai ini dihadiri sekitar 100 orang. Berbeda dengan sang ketua umum, para hadirin mengenakan pakaian muslim lengkap dengan hijab bagi para muslimah dan baju koko bagi para pria. Acara yang dibarengi berbuka puasa ini dimulai sekitar pukul 16.30 di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Langkah Rhoma yang membentuk partai baru semkain menegaskan sikapnya yang tak kapok menjajal peruntungan di dunia politik. Jumat, 10 Juli 2015, ia mendirikan Partai Idaman. Sebelumnya, si Raja dangdut berkali-kali gagal menjadi calon presiden. Rhoma sejak 1977 adalah politikus Partai Persatuan Pembangunan. (Baca pula: Tidak Kapok Berpolitik, Rhoma Dirikan Partai Idaman)
Kiprah Rhoma selama di PPP mampu menyedot pendukung lewat atraksi dakwah dan pidato politiknya. Namun, pada 1997 Rhoma justru aktif menjadi juru kampanye Partai Golkar, yang menjadi penguasan pemerintahan saat itu. Banyak pendukung Rhoma di PPP yang kecewa. Namun, pada pemilu 2009, Rhoma lompat balik ke PPP.
Pendiri orkes Melayu Soneta Group itu digadang-gadang akan diusung menjadi calon presiden oleh partai berlambang Kaabah. Namun, pencalonan Rhoma gagal lantaran PPP menilai elektabilitas Rhoma kalah jauh dibandingkan dengan Suryadharma Ali, yang juga mantan Menteri Agama. (Baca: Rhoma Irama dan Partai Idaman, Begini Peluangnya di Pemilu)
Menjelang pemilu 2014, Rhoma mendeklarasikan dirinya ikut mendukung Partai Kebangkitan Bangsa. Sayangnya, dukungan ini bertepuk sebelah tangan. Ia kembali menelan pil pahit karena tak juga diusung menjadi bakal calon presiden dari PKB yang saat itu berkoalisi dengan PDI Perjuangan.
Pendirian partai baru ini ditanggapi apatis oleh peneliti politik. Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syamsuddin Haris memprediksi Partai Idaman yang dibentuk oleh biduan dangdut Rhoma Irama bakal sulit mendapat dukungan signifikan pada Pemilihan Umum 2019. (Simak: Raup Rp 300 Juta, RhomaIrama Penerima Royalti Terbesar)
"Karena perubahan dukungan konstituen berlaku sangat cepat. Pendukung Rhoma Irama sebagai penyanyi akan berbeda dengan pendukungnya ketika Rhoma sebagai politikus," kata Syamsuddin Haris saat dihubungi Tempo, Sabtu siang, 11 Juli 2015.
Menurut Syamsuddin, Rhoma berhak mendirikan partai sesuai hak politiknya. Namun Syamsuddin berharap Rhoma tidak mencampuradukkan kekuasaan dalam bermusik dan berpolitik. "Mungkin ada pengagum tergila-gila dengan dia, tapi dalam pemilu bagaimana?"