MK Bacakan Putusan Ketentuan Politik Dinasti  

Reporter

Rabu, 8 Juli 2015 11:41 WIB

ANTARA/Rahmad

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi hari ini, Rabu, 8 Juli 2015, akan membacakan putusan terkait larangan politik dinasti, yang diatur pasal 7 huruf r undang-undang pilkada 2015.

Dalam pasal tersebut diatur tentang syarat mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Disebutkan bahwa calon kepala daerah tidak boleh ada konflik kepentingan dengan petahana, yakni gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, maupun wali kota dan wakil wali kota yang masih memegang jabatan.

Dalam situs Mahkamah Konstitusi, putusan akan dibacakan oleh sembilan hakim konstitusi di ruang sidang utama gedung MK. "Pembacaan putusan dimulai sekitar pukul 10.00 WIB," demikian pengumuman yang dilansir situs Mahkamah Konstitusi, Rabu, 7 Juli 2015.

Pengajuan permohonan uji materi ketentuan larangan politik dinasti itu dilakukan oleh Adnan Purichta Ichsan dan Aji Sumarno.

Adnan saat ini anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan. Dia adalah anak Bupati Gowa, Sulawesi Selatan, Ichsan Yasin Limpo, yang juga keponakan Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo. Sedangkan Aji Sumarno merupakan menantu Bupati Selayar, Sulawesi Selatan, Syahrir Wahab.

Adnan maupun Aji menilai ketentuan dalam Pasal 7 huruf r itu diskriminatif dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, yang memberikan hak kepada setiap warga negara untuk dipilih dan memilih dalam sebuah pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.

Itu sebabnya, seseorang yang memiliki hubungan keluarga dengan petahana seharusnya boleh mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Maka dalam permohonanya, keduanya meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan ketentuan itu.

Ketentuan tentang larangan politik dinasti terus menimbulkan pro-kontra. Kalangan politisi tidak satu pendapat. Ada yang mendukung larangan keluarga petahana ikut bertarung dalam pilkada. Namun ada pula yang menolaknya dengan alasan menutup hak konstitusi setiap individu.

Pro-kontra semakin riuh gara-gara muncul Surat Edaran Komisi Pemilihan Umum Nomor 302/KPU/VI/2015. Surat edaran itu justeru bertentangan dengan semangat Pasal 7 huruf Undang-Undang tentang Pilkada. Sebab, memungkinkan keluarga petahana mencalonkan diri.

Larangan politik dinasti tidak berlaku bagi kelaurga petahana yang masa jabatannya berakhir sebelum masa pendaftaran, mengundurkan diri sebelum masa jabatannya berakhir yang dilakukan sebelum masa pendaftaran, atau berhalangan tetap sebelum masa jabatannya berakhir dan terjadi sebelum masa pendaftaran.

REZA ADITYA


Berita terkait

Hakim MK Tegur Anggota Bawaslu Papua Tengah yang Datang Terlambat di Sidang Sengketa Pileg

25 menit lalu

Hakim MK Tegur Anggota Bawaslu Papua Tengah yang Datang Terlambat di Sidang Sengketa Pileg

Hakim MK Arief Hidayat menegur anggota Bawaslu Papua Tengah yang datang terlambat dalam sidang sengketa Pileg 2024 di panel 3, hari ini

Baca Selengkapnya

Hari Ini MK Gelar Sidang Lanjutan Pemeriksaan Sengketa Pileg, Ada 55 Perkara

3 jam lalu

Hari Ini MK Gelar Sidang Lanjutan Pemeriksaan Sengketa Pileg, Ada 55 Perkara

MK kembali menggelar sidang sengketa Pemohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum hasil Pemilihan Legislatif 2024, Senin, 6 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Isi Kuliah Umum di Binus, Ketua MK Beberkan Soal Pengujian Undang-undang hingga Peran Mahkamah

21 jam lalu

Isi Kuliah Umum di Binus, Ketua MK Beberkan Soal Pengujian Undang-undang hingga Peran Mahkamah

Dalam kuliah umum, Suhartoyo memberikan pembekalan mengenai berbagai aspek MK, termasuk proses beracara, persidangan pengujian undang-undang, kewenangan MK dalam menyelesaikan sengketa, dan manfaat putusan MK.

Baca Selengkapnya

Pengamat: Proses Sidang Sengketa Pilpres di MK Membantu Redam Suhu Pemilu

1 hari lalu

Pengamat: Proses Sidang Sengketa Pilpres di MK Membantu Redam Suhu Pemilu

Ahli politik dan pemerintahan dari UGM, Abdul Gaffar Karim mengungkapkan sidang sengketa pilpres di MK membantu meredam suhu pemilu.

Baca Selengkapnya

Pakar Ulas Sengketa Pilpres: MK Seharusnya Tidak Berhukum secara Kaku

1 hari lalu

Pakar Ulas Sengketa Pilpres: MK Seharusnya Tidak Berhukum secara Kaku

Ahli Konstitusi UII Yogyakarta, Ni'matul Huda, menilai putusan MK mengenai sengketa pilpres dihasilkan dari pendekatan formal legalistik yang kaku.

Baca Selengkapnya

Ulas Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pakar Khawatir Hukum Ketinggalan dari Perkembangan Masyarakat

1 hari lalu

Ulas Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pakar Khawatir Hukum Ketinggalan dari Perkembangan Masyarakat

Ni'matul Huda, menilai pernyataan hakim MK Arsul Sani soal dalil politisasi bansos tak dapat dibuktikan tak bisa diterima.

Baca Selengkapnya

Alasan Mendagri Sebut Pilkada 2024 Tetap Digelar Sesuai Jadwal

2 hari lalu

Alasan Mendagri Sebut Pilkada 2024 Tetap Digelar Sesuai Jadwal

Pilkada 2024 digelar pada 27 November agar paralel dengan masa jabatan presiden terpilih.

Baca Selengkapnya

Dianggap Tak Serius Hadapi Sidang Sengketa Pileg oleh MK, Komisioner KPU Kompak Membantah

2 hari lalu

Dianggap Tak Serius Hadapi Sidang Sengketa Pileg oleh MK, Komisioner KPU Kompak Membantah

Komisioner KPU menegaskan telah mempersiapkan sidang di MK dengan sungguh-sungguh sejak awal.

Baca Selengkapnya

Caleg NasDem Ikuti Sidang secara Daring, Hakim MK: di Tempat yang Layak, Tak Boleh Mobile

2 hari lalu

Caleg NasDem Ikuti Sidang secara Daring, Hakim MK: di Tempat yang Layak, Tak Boleh Mobile

Caleg Partai NasDem, Alfian Bara, mengikuti sidang MK secara daring tidak bisa ke Jakarta karena Bandara ditutup akibat erupsi Gunung Ruang

Baca Selengkapnya

Sidang Sengketa Pileg, Hakim Arief Hidayat Bingung Tanda Tangan Surya Paloh Beda

2 hari lalu

Sidang Sengketa Pileg, Hakim Arief Hidayat Bingung Tanda Tangan Surya Paloh Beda

Hakim MK Arief Hidayat menyinggung tanda tangan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang berbeda di suratarie kuasa dan KTP.

Baca Selengkapnya