Penyiar Radio di Semarang Ada yang Digaji Rp 3.000
Editor
Kodrat setiawan
Kamis, 28 Mei 2015 08:48 WIB
TEMPO.CO, Semarang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Tengah menyatakan profesi penyiar yang menjadi ujung tombak sebuah radio ternyata belum mendapatkan penghargaan. Dalam penelusurannya, KPID menemukan rata-rata gaji penyiar radio di Jawa Tengah masih jauh di bawah upah minimum kabupaten/kota (UMK).
“Bahkan, ada yang dibayar Rp 3.000 per jam,” kata Komisioner KPID Provinsi Jawa Tengah Asep Cuwantoro, Kamis, 27 Mei 2015. Asep enggan menyebut radio apa saja yang masih menggaji penyiar Rp 3.000 per jam tersebut.
Untuk meningkatkan profesionalisme penyiar, KPID menggelar sertifikasi sebagai pemberdayaan penyiar agar mendapatkan penghargaan setimpal. Selama ini, kata Asep, profesi penyiar hampir belum tersentuh oleh para pemangku kebijakan. Pemerintah belum memiliki kebijakan strategis untuk memberdayakan penyiar berskala nasional.
Akibatnya, orang bekerja menjadi penyiar hanya sebatas menjadi hobi atau pekerjaan sampingan. Penyiar kurang diminati secara serius sebagai profesi untuk jangka panjang. Penyebabnya banyak, yakni belum mapannya sistem pendidikan bagi penyiar, kesejahteraan yang kurang terpenuhi, dan minimnya penghargaan publik terhadap profesi tersebut. “Sertifikasi penyiar merupakan langkah nyata dalam meningkatkan daya tawar profesi penyiar,” kata Asep.
KPID berkaca pada kebijakan sertifikasi guru yang berhasil membuat profesi guru menjadi sebuah kebanggaan. Menurut Asep, sertifikasi guru telah terbukti membangkitkan harkat dan martabat guru. KPID memandang kebijakan serupa patut diterapkan untuk lebih memberdayakan penyiar. “Penyiar diharapkan lebih profesional, kompeten, dan tentu akan berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan hidup,” kata Asep.
Sertifikasi melalui kegiatan Pelatihan Peningkatan SDM Penyiar di Jawa Tengah pertama kali digelar pekan ini di Hotel Move Mageland, Solo. Pelatihan selama 25-27 Mei 2015 tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM penyiar agar lebih baik dan profesional.
Materi sertifikasi antara lain regulasi penyiaran Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), materi teknik bersiaran, olah vokal, buat berita versi radio, mengoperasionalkan perangkat, dan membuat program. “Ada juga psikotes untuk mengetahui potensi diri,” kata Asep.
Dalam sertifikasi ini akan ada indikator keberhasilan, yakni ada ujian tes tulis, seperti tes wartawan untuk menentukan kelulusan, yang ujungnya adalah dikeluarkan sertifikasi.
Tahun ini KPID akan menggelar sertifikasi di enam eks karesidenan di Jawa Tengah. Setiap lokasi menggembleng 50 penyiar. Ditargetkan ada 300 penyiar yang mengikuti sertifikasi ini. Pelatihan ini tak hanya berhenti tahun ini. Sebab, KPID berencana membuat secara berjenjang hingga 2017. Ada pelatihan tahap awal, pelatihan tingkat menengah, dan tingkat lanjut.
Heri Condro, news editor sebuah radio swasta di Semarang, menyambut baik program KPID tersebut. “Kami mengapresiasi sejauh ini bisa mendorong penyiar menjadi lebih professional,” kata Heri.
KPID juga perlu mengintensifkan pantauan ke radio-radio agar materi siarannya menjadi lebih baik. Ihwal kesejahteraan yang masih minim, Heri memperkirakan memang masih ada. Terutama di perusahaan radio-radio kecil atau radio komunitas. “Kalau di radio besar gajinya sudah baik, kok,” kata Heri.
ROFIUDDIN
Berita Menarik:
Disuruh Tuhan, Pria Ini Bangun Salib Raksasa di Negara Islam
Kisah Polisi Koboi Letupkan Pistol ke Sekuriti Blue Bird
Cerita Pengungsi Rohingya: Dibantai, Ditembak, dan Dibakar?
Begini Pengakuan Sang Ibu yang Jual Putrinya Jadi Pelacur