TEMPO.CO, Jakarta - Munculnya kasus ijazah palsu akhir-akhir ini dinilai sosiolog Imam Prasodjo sebagai akibat sesatnya pikiran kebanyakan masyarakat Indonesia.
"Ada ketersesatan cara berpikir orang Indonesia," katanya dalam “Tempo Education Outlook 2016” di Hotel Luwansa, Jakarta, Rabu, 27 Mei 2015.
Ia mengakui seseorang pasti memiliki tujuan atau impian untuk dicapai. Ada yang berharap mendapat peningkatan status ekonomi, status sosial, ataupun status pendidikan. Gelar bisa menjadi salah satu cara meningkatkan status sosial seseorang. "Dengan stempel gelar itu, orang jadi lebih dihormati," ujarnya.
Imam memaklumi hal itu. Menurut dia, kebanyakan orang Indonesia menghormati sesama karena tampak luarnya. "Di Indonesia, orang dihormati karena casing, tapi belum tentu tahu substansi utamanya," tuturnya.
Gelar, dia menilai, salah satu "aksesori" yang sangat seksi. Alasan lain, jual-beli gelar dan ijazah, sayangnya, banyak juga pasarnya. Gelar bisa memberikan gaji tinggi bagi masyarakat yang menggunakannya untuk kenaikan pangkat dalam karier. Jual-beli ijazah dan gelar juga menjadi cara terfavorit bagi orang yang susah mendapatkan sekolah.
Satu-satunya cara menghilangkan jual-beli gelar dan ijazah adalah mengubah pola pikir. "Salah satu caranya dengan menuliskan undangan kawinan tanpa gelar," dia mencontohkan.
Isu Ijazah Palsu Gibran, Begini Prosedur Penyetaraan Ijazah Luar Negeri
20 November 2023
Isu Ijazah Palsu Gibran, Begini Prosedur Penyetaraan Ijazah Luar Negeri
Gibran Rakabuming Raka mendapatkan surat keputusan penyetaraan ijazah luar negeri dari Kementerian Pendidikan pada 8 Agustus 2019. Simak syarat ketentuan agar lulusan luar negeri mendapatkan penyetaraan ijazahnya?