Bidik Tersangka Lain, KPK Tunggu Putusan Lengkap Century  

Reporter

Editor

Agoeng Wijaya

Rabu, 29 April 2015 14:42 WIB

Terdakwa korupsi Budi Mulya, berpelukan dengan istrinya Anne Mulya ditemani anaknya Nadya Mulya usai menjalanankan sidang dengan agenda mendengarkan pembacaan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta (16/7). Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan penjara dalam kasus korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Putusan terpidana kasus korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dengan terpidana Budi Mulya sudah berkekuatan hukum tetap. KPK juga sudah memindahkan bekas Deputi Gubernur Bank Indonesia itu ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, kemarin.

Lalu kapan KPK menjerat pihak-pihak yang disebut dalam putusan perkara Century? "Kami tunggu putusan secara lengkap yang berkekuatan hukum tetap, dari situ nanti akan gelar perkara lagi. Lalu diputuskan apakah penyelidikan lagi atau bagiamana," ujar Wakil Ketua KPK sementara Johan Budi di kantornya, Rabu, 29 April 2015.

Selain itu, kata dia, tim KPK belum menjadwalkan gelar perkara Century. "Saya belum menerima salinan lengkapnya."

Hakim Mahkamah Agung memperberat hukuman Budi dari 13 tahun menjadi 15 tahun penjara. Dalam pertimbangannya, hakim menilai Budi melakukan iktikad tidak baik dalam pemberian FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Akibatnya, negara rugi Rp 8,012 triliun.

Selain pidana penjara 15 tahun, Budi juga didenda Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan. Kasasi ini diputuskan dengan suara bulat atau tidak ada dissenting opinion (perbedaan pendapat).

Dalam putusan tingkat pertama disebutkan bahwa jajaran Dewan Gubernur Bank Indonesia terlibat dalam pemberian FPJP maupun penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Mereka adalah Miranda Goeltom, Muliaman Hadad, Hartadi A. Sarwono, Ardhayadi M., serta Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan Raden Pardede. Satu lagi nama yang disebut adalah mantan wakil presiden Boediono yang saat itu menjabat Gubernur BI.

Johan mengaku akan mempelajari dulu putusan lengkapnya sebelum menentukan langkah selanjutnya. "Harus dibaca dulu lengkap dan diekspose internal," katanya.

LINDA TRIANITA

Berita terkait

Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor di PN Jaksel Ditunda, KPK Tak Hadiri Sidang

1 jam lalu

Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor di PN Jaksel Ditunda, KPK Tak Hadiri Sidang

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor mengajukan praperadilan ke PN Jakarta selatan. Dua kali mangkir dari pemeriksaan KPK.

Baca Selengkapnya

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

4 jam lalu

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perdana praperadilan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor, Senin, 6 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

9 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan jemput paksa terhadap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor tak perlu harus menunggu pemanggilan ketiga.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

2 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

2 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

2 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

2 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

3 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

3 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya