Bisnis Sengsu Yogya: Gurih, tapi Kenapa Amat Bahaya?  

Reporter

Selasa, 21 April 2015 07:56 WIB

Petugas memberi vaksin kepada seekor anjing, penyakit rabies menjadi ancaman besar bagi industri pariwisata di Bali. Terutama ketika penyakit rabies menyebar pada tahun 2008. Bali, 20 April 2015. Agung Parameswara / Getty Images

TEMPO.CO, Yogyakarta - Masyarakat Yogyakarta menyebutnya “tongseng jamu”. Namun jangan dikira makanan ini terbuat dari daun atau rempah layaknya jamu. Tongseng jamu ini berbahan dasar daging anjing. Penggemar sajian kuliner khas ini sering menyebutnya sengsu alias tongse asu (anjing).

Pada Sabtu pekan lalu, Tempo mendatangi warung penjual tongseng jamu di Dusun Kanutan, Srimulyo, Bambangliluro, Bantul. Di tempat ini, ada tiga warung makan penjual tongseng jamu. Salah satu pemiliknya adalah Sukijo. Lelaki 68 tahun ini sudah berjualan tongseng anjing sejak 1979.

Sekitar pukul 15.00, Tempo mendatangi warung dan Sukijo sedang merapikan dagangannya. “Sudah habis, baru nunggu yang nyetori dari Purworejo,” katanya. Beberapa calon pembeli yang datang langsung balik kanan. Hari itu dia hanya menyembelih dua ekor anjing dan langsung ludes. “Stok (anjing) terakhir hari ini.”

Untuk kebutuhan usahanya, Sukijo mendapatkan pasokan anjing dari Purworejo, Wonosobo, dan Temanggung. Seekor anjing ia tebus dengan harga Rp 250-300 ribu. “Tergantung beratnya,” tuturnya. Dia hanya pembeli anjing dengan berat di atas 10 kilogram. Sebab, anjing seberat itu hanya menghasilkan sekitar 4,5 kilogram daging yang layak dimasak.

Dalam sehari, warung makannya paling sedikit menyembelih dua ekor anjing. Satu porsi tongseng dihargai Rp 15 ribu. "Kalau pas liburan yang datang bisa berlipat-lipat. Dari luar kota banyak, mobil itu berderet-deret di depan rumah," ucap Sukijo.

Kalangan pencinta binatang mengecam perdagangan binatang peliharaan ini. Pada April lalu, Animal Friends Jogja (AFJ) menggelar aksi di kawasan Nol Kilometer Kota Yogyakarta. Menurut Program Manajer AFJ Angelina Pare, perdagangan daging anjing di Yogyakarta terus meningkat. "Yogyakarta itu dulu terkenal sebagai kota gudeg, kota pelajar, tapi sekarang jadi kota sengsu," ujarnya.

Dia mencatat ada sekitar 33 warung makan yang menjajakan menu daging anjing dari Bantul hingga Sleman. Dibanding Solo, jumlah konsumsi daging anjing di Yogyakarta terbilang kecil. Namun, sebagai tempat tujuan wisata, permintaan sengsu terus meningkat.

Mengkonsumsi daging anjing, kata Angelina, adalah salah satu pintu masuk penyebaran rabies. Indonesia menargetkan bebas rabies pada 2020. Masalahnya, kata dia, jika perdagangan daging anjing tidak dilarang, target bebas rabies tak akan pernah tercapai. “Apalagi pasokan anjing untuk sengsu tak bisa dijamin kesehatannya,” ucapnya.

VENANTIA MELINDA | ALI N.Y.


Berita terkait

Gojek Beri Pelatihan UMKM Untuk Pahami Tren Bisnis Selama Ramadan 2021

22 April 2021

Gojek Beri Pelatihan UMKM Untuk Pahami Tren Bisnis Selama Ramadan 2021

Gojek menghadirkan Akademi Mitra Usaha (KAMUS) dan tren bisnis menarik selama Ramadhan yang ditujukan untuk pelaku UMKM

Baca Selengkapnya

Tren Co-Living Space, Tempat Hunian Sekaligus Area Kerja Anda

6 April 2018

Tren Co-Living Space, Tempat Hunian Sekaligus Area Kerja Anda

Menjamurnya co-working space saat ini menjadi sebuah tren tempat para pengusaha berkumpul. Namun sekarang sudah ada tempat tinggal dengan rekan kerja.

Baca Selengkapnya

Ruben Onsu Buka Restoran Geprek Bensu Kedua di Bali

22 Januari 2018

Ruben Onsu Buka Restoran Geprek Bensu Kedua di Bali

Restoran Geprek Bensu kedua di Bali menjadi cabang yang ke-60 di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Mau Bisnis Tambah Lancar? Kampus Shopee Kembali Digelar

16 Januari 2018

Mau Bisnis Tambah Lancar? Kampus Shopee Kembali Digelar

Mahir dalam bisnis kini tak perlu sulit lagi. Ada Roadshow Kampus Shopee. Tahun ini akan menjangkau lebih dari 30 kota di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Icing ala Korea, Rahasia Legit Bisnis Bolu

8 November 2017

Icing ala Korea, Rahasia Legit Bisnis Bolu

Cake dengan dekorasi icing yang artistik jauh lebih menggugah selera, meskipun pada kenyataannyaicing seringkali disisihkan atau tidak dikonsumsi.

Baca Selengkapnya

Muhammadiyah Jajaki Pendirian Holding Company Bisnis Usaha

13 September 2017

Muhammadiyah Jajaki Pendirian Holding Company Bisnis Usaha

Muhammadiyah tengah menjajaki pendirian holding yang akan memayungi semua unit bisnis usaha yang sudah berjalan.

Baca Selengkapnya

Mau Buka Bisnis Baru? Contoh Baim Wong yang Belajar dari Medsos  

2 September 2017

Mau Buka Bisnis Baru? Contoh Baim Wong yang Belajar dari Medsos  

Baim Wong (35) tak mau hanyut dalam tren seleb yang berbisnis oleh-oleh
kekinian di sejumlah kota. Baim belajar bikin siomay

Baca Selengkapnya

Dimas Seto Terjun ke Bisnis Kuliner, Begini Siasat Suksesnya

3 Agustus 2017

Dimas Seto Terjun ke Bisnis Kuliner, Begini Siasat Suksesnya

Bisnis kuliner oleh-oleh kekinian milik artis kian menjamur. Dimas Seto mengaku tidak takut dengan persaingan bisnis.

Baca Selengkapnya

Bisnis Menjanjikan, Martha Tilaar Wadahi Penata Rias Artis

21 Juli 2017

Bisnis Menjanjikan, Martha Tilaar Wadahi Penata Rias Artis

PAC MUAster menjadi satu society khusus bagi para profesional penata rias artis

Baca Selengkapnya

Mau Bisnis Sosial? Intip Trik Nila Tanzil Bikin Travel Sparks

17 Juli 2017

Mau Bisnis Sosial? Intip Trik Nila Tanzil Bikin Travel Sparks

Keinginan Nila Tanzil menyediakan akses buku bagi anak Indonesia Timur melahirnya bisnis sosial Travel Sparks tahun 2014. Apa kuncinya biar happy?

Baca Selengkapnya