Jaksa Agung HM Prasetyo saat wawancara dengan Tim Tempo, 12 Februari 2015. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengaku tak menaruh simpatik terhadap langkah hukum duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Usai gagal di Pengadilan Tata Usaha Negara kemarin, kubu Bali Nine berencana mengujimaterikan Undang-Undang tentang Grasi.
"Itu hanya upaya ulur waktu, itu sebenarnya tindakan menghina hukum," ujar Jaksa Agung Muhammad Prasetyo ketika dihubungi Tempo, Senin, 6 April 2015.
Gugatan Keppres Grasi Bali Nine ditolak hakim PTUN Ujang Abdullah karena dianggap bukan produk tata usaha negara. Selain itu, grasi dianggap sebagai hak prerogatif Presiden Indonesia.
Leonard Arpan, kuasa hukum dua terpidana mati, mengaku tak sependapat dengan putusan PTUN. Mereka kemudian mengambil langkah mengujimaterikan UU Grasi, mencoba mendefinisikan ulang apa maksud dari grasi itu sendiri.
Penjelasan Prasetyo, tindaka Bali Nine menghina hukum karena aturan soal grasi sudah jelas. Grasi adalah hak prerogratif presiden dan merupakan keputusan yang bersifat final serta mengikat.
"Sudah bisa diprediksi sejak lama bahwa gugatan itu akan gugur. Namun, karena terpidana mengajukan, ya sudah kami hormati,"ujar Prasetyo.
Hal senada disampaikan Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Tony Spontana, Selasa, 7 April 2015. Menurutnya, apa yang dilakukan Bali Nine sudah jelas mengulur-ngulur waktu eksekusi yang saat ini belum ditentukan. "Mereka menggunakan upaya-upaya hukum yang tak lazim juga,"ujar Tony mnegaskan.
Kubu Bali Nine membantah langkah hukum yang dilakukan sebagai upaya mengulur waktu. "Ini bukan soal mengulur, tetapi memastikan kasus mereka diadili secara adil dan pantas,"ujar Peter Morrissey, kuasa hukum Bali Nine.