Ketua Komisi II DPR, Rambe Kamarulzaman menyerahkan laporan komisi II mengenai Perppu Pilkada kepada Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto selaku Ketua Rapat (tengah) disaksikan Ketua DPR, Setya Novanto (kiri) dan Wakil Ketua DPR, Fadli Zon (kanan) pada Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, 20 Januari 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly senang DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Ekstradisi Indonesia dengan Papua Nugini dan Vietnam. Laoly mengatakan pengesahan RUU tersebut mampu mempermudah upaya pemerintah memulangkan buron Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Djoko S. Tjandra, yang sudah berkewarganegaraan Papua Nugini.
"Kami harap pemulangan Djoko Tjandra jadi mudah," kata Laoly kepada wartawan di gedung DPR, Senin, 9 Februari 2015.
Menurut Laoly, setelah RUU Ekstradisi disahkan, Menteri Luar Negeri dan Jaksa Agung perlu duduk bersama merumuskan strategi memulangkan Djoko Tjandra. Sebab, saat ini pemerintah belum tahu kabar terakhir keberadaan Djoko Tjandra. Kabar yang selama ini berkembang, Djoko Tjandra yang sudah berkewarganegaraan Papua Nugini kini tinggal di Singapura.
"Kami akan minta Menlu dan Jaksa Agung melakukan langkah-langkah yang jitu," kata Laoly.
Sebelumnya, pemerintah sempat punya masalah ekstradisi dengan Papua Nugini terkait dengan buron korupsi bernama Djoko S. Tjandra. Djoko divonis bersalah atas kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia sebesar Rp 904 miliar. Ia diwajibkan membayar denda Rp 15 juta, dan uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar disita.
Namun Djoko, yang juga bekas Direktur Utama PT Era Giat Prima, melarikan diri dari Indonesia dengan pesawat carteran melalui Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni 2009. Buron ini melarikan diri tepat satu hari sebelum Mahkamah Agung memutuskan perkara tersebut.