TEMPO Interaktif, Jakarta:Dampak krisis industri perkayuan dan kehutanan kian mengkhawatirkan. Menipisnya pasokan kayu yang tak mencukupi untuk diolah, berakibat pada menurunnya operasi pabrik di bawah kapasitas terpasang industri pengolahan kayu. Sekitar 120 perusahaan industri kehutanan sudah masuk dalam prioritas penyehatan pemerintah. Tak sedikit pula yang akhirnya terpaksa gulung-tikar. Buntutnya, sekitar dua juta pekerja yang bekerja di dalam industri ini tercancam kehilangan pekerjaan. Nasib pekerja seringkali dibikin terkatung-katung. Kalau pun terpaksa pabrik dilikuidasi, hak-hak pekerja seringkali dikesampingkan. Pendeknya, penyelesaiannya seringkali merugikan para pekerja, ujar Khoirul Anam, Ketua Umum DPP Federasi Serikat Pekerja Kahutindo saat berbicara dalam Diskusi Panel Multipihak tentang Dampak Restrukturisasi Industri Kehutanan, yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Senin siang tadi. Diskusi sehari penuh ini juga dihadiri sejumlah pejabat dari Departemen Kehutanan, Perindustrian, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Kepolisian.Prinsipnya semua sepakat bahwa PHK harus dihindari. Tapi kalau pun terpaksa dilakukan harus dibicarakan sebaik mungkin, tanpa merugikan hak-hak para pekerja, kata S.Lumban Gaol, Direktur Persyaratan Kerja Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi. Jika hal ini tidak ditangani dengan seksama, akan terjadi gejolak sosial yang sangat besar, terutama di daerah, tempat banyak industri kayu skala kecil maupun besar berada, ujar Khoirul Anam yang kemudian disambut sorak-sorai 150-an peserta diskusi yang umumnya para pekerja industri kehutanan dari pelbagai daerah.Wahyu Muryadi