Pembobol Pajak Rp 1 Miliar Mengiba Jatuh Melarat

Reporter

Editor

Sunu Dyantoro

Jumat, 6 Februari 2015 00:29 WIB

Ilustrasi Kantor Pelayanan Pajak. TEMPO/Nickmatulhuda

TEMPO.CO, Solo - Pengadilan Negeri Surakarta menunda sidang perdana kasus pembobolan pajak senilai Rp 1,06 miliar dengan terdakwa Ariandi, seorang direktur di sebuah perusahaan perdagangan obat, Kamis 5 Februari 2015. Pasalnya, pria berusia 31 tahun itu tidak didampingi oleh pengacara.

Sidang tersebut memiliki agenda untuk pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, terdakwa meminta hakim menunda persidangan lantaran dia tidak didampingi pengacara. "Saya mohon pengadilan memberikan bantuan pengacara negara," katanya.

Ariandi mengaku tidak memiliki beaya untuk menyewa pengacara. Dalam persidangan itu, dia langsung menyerahkan surat keterangan tidak mampu yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Semarang. Hakim yang dipimpin oleh Polin Tampubolon segera membacakan surat keterangan tersebut.

Hakim mengabulkan permintaan terdakwa dan menunda persidangan hingga sepekan ke depan. Hakim juga memerintah panitera untuk menyurati salah satu Lembaga Bantuan Hukum (LBH) agar memberi pendampingan hukum kepada terdakwa.

Ditemui setelah sidang, Ariandi mengatakan bahwa usahanya pedagangan obat yang dipegangnya telah bangkrut. "Saya sudah jatuh miskin," katanya. Padahal, dia membutuhkan pengacara untuk membantunya lepas dari ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara itu.

Dia mengaku tidak pernah melakukan perbuatan pidana yang didakwakan oleh jaksa kepadanya. "Nama saya hanya dipinjam," katanya. Menurutnya, ada pelaku yang lain yang melakukan manipulasi pajak dengan meminjam nama serta perusahaannya.

Salah satu jaksa penuntut umum, Sulistyo mengatakan bahwa jaksa sudah menawarkan penggunaan pengacara negara sejak proses penyidikan. "Namun yang bersangkutan tidak bersedia," katanya. Ariandi baru meminta haknya saat sidang pengadilan telah digelar.

Sulistyo mengatakan bahwa kejaksaan tidak perlu melakukan verifikasi atas surat keterangan tidak mampu yang dibawa oleh terdakwa. "Kami yakin bahwa keterangan itu benar," katanya. Menurutnya, perusahaan keluarga yang dipegang oleh Ariandi itu memang telah bangkrut.

Ariandi merupakan seorang pemilik perusahaan perdagangan farmasi PT IF. Dia didakwa melakukan tindak pidana pajak berupa penyalahgunaan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Nomor Pengusaha Kena Pajak dengan cara membuat faktur fiktif di tahun 2008.

Modus yang dilakukan oleh terdakwa adalah menerbitkan faktur fiktif sehingga membuat pengusaha itu seolah-olah kelebihan dalam membayar pajak. Setelah itu, Ariandi mengajukan permohonan restitusi ke kantor pajak agar bisa memperoleh pengembalian atas kelebihan pajak yang dibayarkan.

Akibatnya, negara kecolongan lantaran membayar restitusi dari faktur fiktif itu hingga Rp 1,06 miliar. Hanya saja, penyidik mengaku belum menemukan indikasi keterlibatan pihak internal kantor pajak yang terlibat dalam kasus ini. "Jika ada, nanti pasti akan terungkap dalam pengadilan," kata Sulistyo.

AHMAD RAFIQ

Berita terkait

Direktorat Jenderal Pajak dan Australia Kerja Sama bidang Pertukaran Informasi Cryptocurrency

4 hari lalu

Direktorat Jenderal Pajak dan Australia Kerja Sama bidang Pertukaran Informasi Cryptocurrency

Kesepakatan kerja sama ini dirancang untuk meningkatkan deteksi aset yang mungkin memiliki kewajiban pajak di kedua negara.

Baca Selengkapnya

Prabowo Banggakan Rasio Pajak Orba, Begini Respons Direktorat Jenderal Pajak

34 hari lalu

Prabowo Banggakan Rasio Pajak Orba, Begini Respons Direktorat Jenderal Pajak

Respons Direktorat Jenderal Pajak terhadap pernyataan Prabowo Subianto yang membanggakan rasio pajak era Orba.

Baca Selengkapnya

Dampak Menggunakan Materai Palsu, Bisa Mengurangi Pendapatan Pajak Negara

37 hari lalu

Dampak Menggunakan Materai Palsu, Bisa Mengurangi Pendapatan Pajak Negara

Penggunaan meterai palsu secara marak bisa mengganggu sistem pajak dan merugikan negara

Baca Selengkapnya

Rafael Alun Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara di Putusan Banding

44 hari lalu

Rafael Alun Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara di Putusan Banding

Rafael Alun Trisambodo, bekas pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dalam putusan banding tetap menjatuhkan vonis 14 tahun penjara. Dengan denda Rp 500 juta.

Baca Selengkapnya

Vonis Gayus Tambunan 13 Tahun Lalu, Dijuluki Mafia Pajak yang Judi dan Nonton Tenis saat Dipenjara

19 Januari 2024

Vonis Gayus Tambunan 13 Tahun Lalu, Dijuluki Mafia Pajak yang Judi dan Nonton Tenis saat Dipenjara

Setelah genap 13 tahun mendekam di penjara, begini kilas balik kasus Gayus Tambunan

Baca Selengkapnya

DJP Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 16,9 Triliun, Ini Rinciannya

5 Januari 2024

DJP Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 16,9 Triliun, Ini Rinciannya

DJP Kemenkeu mencatat telah memungut pajak pertambahan nilai perdagangan melalui sistem elektronik alias pajak digital sebesar Rp 16,9 triliun pada akhir 2023.

Baca Selengkapnya

2024 NIK Jadi NPWP, Ini Cara Memadankannya

29 November 2023

2024 NIK Jadi NPWP, Ini Cara Memadankannya

Setelah tanggal 31 Desember 2023, masyarakat menggunakan NIK untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Begini caranya jadi NPWP

Baca Selengkapnya

Begini Cara Mengecek NIK Sudah Terintegrasi dengan NPWP atau Belum

29 November 2023

Begini Cara Mengecek NIK Sudah Terintegrasi dengan NPWP atau Belum

Kemenkeu akan segera menerapkan kebijakan NIK jadi NPWP secara penuh pada pertengahan 2024. Berikut cara cek NIK yang sudah tertintegrasi dengan NPWP.

Baca Selengkapnya

Begini Cara Memadankan NIK-NPWP

8 November 2023

Begini Cara Memadankan NIK-NPWP

Memadankan NIK-NPWP dilakukan paling lambat Desember 2023. Begini caranya.

Baca Selengkapnya

DJP Pastikan Kerahasiaan Data Wajib Pajak pada Skema Prepopulated

27 Oktober 2023

DJP Pastikan Kerahasiaan Data Wajib Pajak pada Skema Prepopulated

DJP memastikan bahwa kerahasiaan data yang berkaitan dengan wajib pajak akan terjaga saat skema prepopulated diterapkan.

Baca Selengkapnya