Jagung Bose, Vandana Shiva, dan Energi Terbarukan
Editor
Sunu Dyantoro
Senin, 2 Februari 2015 00:43 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Bulir jagung putih merekat dengan biji kacang tanah, menggumpal dengan kacang hijau dan daging sapi. Sekilas, bulir jagung itu mirip grontol jagung, makanan tradisional khas Jawa. Bedanya, bulir jagung berpadu kacang tanah itu tak diberi campuran parutan kelapa seperti pada grontol. Campurannya pun lebih komplit dengan aneka rasa. Hidangan ini membikin perut terasa lebih cepat kenyang.
Ini adalah jagung bose, makanan tradisional khas Nusa Tenggara Timur. Jagung yang direbus itu disajikan bersama irisan daging sei, daging sapi khas NTT dan ikan laut. "Kami langsung datangkan jagung mentah dari NTT," kata pengolah makanan khas NTT, Nenny Indrastuti di Cafe Prado, Demangan, Yogyakarta, Sabtu malam, 31 Januari 2015. (Baca: Kuliner Sehat Berbahan Pangan Lokal 'Ndeso' )
Makanan ini menjadi menu utama pada acara penggalangan dana untuk Sumba, NTT bertajuk Indonesia Sedap. Selain jagung bose, peserta yang terlibat dalam penggalangan dana mendapat suguhan kuliner kuah asam, rumpu rampe berbahan sayur daun dan bunga pepaya, dan berteman sambal dabu dan sambal jeruk. Ongkos pembelian makanan menjadi donasi untuk penduduk Pulau Sumba.
Prado Cafe yang menggagas Indonesia Sedap, tergabung dalam tim Indonesia Sedap. Ini adalah bagian dari penggalangan dana #POOPower, kegiatan masyarakat dunia mengubah yang terbuang menjadi sumber energi terbarukan. Hivos menjadi penyalur dana yang terkumpul dari rangkaian penggalangan dana #POOPower.
Koordinator penggalangan dana #Poopower, Hermitianta Prasetya Putra, mengatakan setiap keluarga di Pulau Sumba beternak kuda, babi, sapi, dan kerbau. Hewan ternak itu menjadi sumber pangan, kebanggaan, simpanan, dan, untuk kebutuhan peristiwa sakral. (Baca: Balik ke Beras Lokal, Sehat dan Berdaulat)
Sebagian kecil keluarga memanfaatkan kotoran ternak untuk pupuk. Tapi, kebanyakan kotoran ternak belum dimanfaatkan atau hanya ditumpuk di kandang. Padahal kotoran ternak bisa dimanfaatkan untuk biogas. "Semua donasi yang terhimpun dimanfaatkan untuk pengolahan biogas di Sumba," kata dia.
Selain hidangan khas NTT, panitia penggalangan dana juga melelang buku-buku karya pemikir dan aktivis lingkungan dari India, Vandana Shiva. Ada pula buku karya perintis pendidikan alternatif untuk masyarakat terpencil di Indonesia, Butet Manurung.
Buku bertanda tangan Vanda Shiva yang dilelang berjudul Soil Not Oil. Dalam buku itu, Vandana Shiva menghubungkan industri pertanian dengan perubahan iklim . Ia mengkritik industri pertanian yang mengeksploitasi bumi, yang hanya berorientasi pada keuntungan semata. (Baca: Konferensi Perubahan Iklim, Indonesia Bawa 5 Isu )
Eksploitasi bumi merusak lingkungan dan menyebabkan ketidakadilan bagi masyarakat dunia. Bagi Shiva, pertanian berkelanjutan adalah solusi untuk mengatasi perubahan iklim. Inipenting untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan adil.
SHINTA MAHARANI
Baca berita lainnya:
Cerita Ahok: Jokowi Bukan Takut Bu Mega Tapi...
MA: Gugatan Praperadilan Budi Gunawan Sulit
Calon Kapolri Baru, Ini Sinyal Jokowi ke Kompolnas
KPK vs Polri: 3 Momen Kedekatan Jokowi dan Mega