Presiden Joko Widodo, berjalan bersama Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto (kiri), usai pertemuan tertutup di Istana Kepresidenan Bogor, Jabar, 29 Januari 2015. Jokowi dan Prabowo, bertemu dalam rangka silahturahim dan membicarakan masalah terkini bangsa. ANTARA/Widodo S. Jusuf
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto, mengatakan komunikasi antara Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto tidak bisa diartikan sekadar membangun pemahaman bersama.
Menurut Gun Gun, pertemuan itu menyiratkan dukungan moral dan politik koalisi partai yang selama ini berada di luar pemerintahan tersebut. (Baca: Jokowi Jumpa Prabowo, Apa Reaksi Megawati?)
Bahkan Gun Gun meyakini pertemuan itu juga akan mengubah konstelasi peta politik di Dewan Perwakilan Rakyat. "Di belakang ini, semua pasti ada banyak saluran negosiasi yang dibuka Jokowi. Politik itu, kan, soal siapa mendapat apa."
Jokowi, menurut Gun Gun, berhasil mengatasi tekanan itu dan mengubah konsep dominasi menjadi kolaborasi.
Namun opsi itu memiliki risiko bagi pengelolaan pemerintahan. "Tapi saya yakin Jokowi atau PDIP tidak akan saling meninggalkan. Yang terjadi nantinya adalah adanya menggabungkan dua kekuatan itu. Siapkah partai pendukung Jokowi bermain zero-sum game?" (baca: Politikus PDIP Sebut Ada 3 Brutus di Ring-1 Jokowi).