Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO, Surabaya - Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali, dikukuhkan sebagai guru besar bidang ilmu hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Sabtu, 31 Januari 2015. Acara pengukuhan dihadiri puluhan bekas dan pejabat negara mulai dari Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva, Ketua DPR Setya Novanto, Ketua DPD RI Irman Gusman, sejumlah menteri, hingga wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto.
Dalam pidatonya, Hatta mengaku bersyukur dan terhormat, saat mantan Mendikbud M. Nuh menyetujui pemberian gelar guru besar pada Oktober 2014 lalu. Rektor Unair Prof Fasichul Ichsan menyebutkan, Hatta Ali merupakan alumnus Unair yang berkiprah mengharumkan almamaternya di bidang hukum.
“Pemberian gelar guru besar ini bukan pencitraaan, Tetapi bentuk penghargaan prestasi beliau dalam membangun sistem peradilan dan reformasi Mahkamah Agung,” ujar Fasichul di depan audiens, Sabtu 31 Januari 2015.
Hatta Ali diketahui merupakan alumnus Fakultas Hukum Unair angkatan 1977. Hatta Ali merupakan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia periode 2012-2017, menggantikan Harifin A. Tumpa. Karier Hatta Ali dimulai sejak menjadi PNS di Departemen Kehakiman yang kini berganti nama Kementerian Hukum dan HAM.
Pada 1982, Hatta menjadi calon hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sedangkan pada 1995, Hatta terpilih sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Gorontalo yang dilanjutkan menjadi Kepala Pengadilan Negeri Bitung pada 18 November 1996.
Penyandang gelar Doktor dari Universitas Padjadjaran itu menjadi orang nomor satu di Mahkamah Agung melalui voting di Sidang Paripurna Khusus pada 8 Februari 2012. Hatta Ali lalu melakukan upaya reformasi birokrasi di MA dan menerapkan keterbukaan akses informasi putusan peradilan melalui website resmi.
BINUS University Kukuhkan Prof. Ngatindriatun Sebagai Guru Besar, Gagas Smart Farming 5.0
9 hari lalu
BINUS University Kukuhkan Prof. Ngatindriatun Sebagai Guru Besar, Gagas Smart Farming 5.0
Kegiatan tridharma perguruan tinggi dalam ketahanan pangan khususnya pengembangan Smart Farming 5.0 harus menyatukan keilmuan multidisipliner klaster ekonomi, pertanian dan teknik.