KPK Vs Polri, Dekan FHUI: BW Tak Bisa Dipidana

Reporter

Editor

Suseno TNR

Selasa, 27 Januari 2015 20:01 WIB

Warga menghadiri kampanye koalisi masyarakat sipil cinta KPK dan Polri bersih melakukan aksi kampanye, save KPK dan tolak kriminalisasi para pimpinan KPK di kawasan MH Thamrin, Jakarta 25 Januari 2015. Dalam aksinya mereka mengkampayekan cinta KPK dan cinta Polri yang bersih. TEMPO/Dasril Roszandi

TEMPO.CO, Jakarta - Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Topo Santoso mengatakan Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang dipakai polisi untuk menjerat Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto sangat tidak jelas. Apalagi polisi tak melengkapi pasal tersebut dengan ayat. "Bagi saya itu absurd. Sebab Pasal 55 KUHP itu kualifikasinya banyak dan harus jelas," kata Topo di KPK, Selasa, 27 Januari 2015.

Sebelumnya, polisi menjadikan Bambang tersangka atas kasus dugaan memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kota Waringin Barat tahun 2010. Ketika itu Bambang menjadi pengacara dari salah satu calon. Polisi memakai Pasal 242 Juncto Pasal 55 KUHP untuk menjerat Bambang (baca: Bambang Tersangka, Ini Kronologi Pilkada Kobar).

Menurut Topo, kualifikasi Pasal 55 itu bisa berarti menyuruh menggerakkan atau turut serta, atau membujuk. "Misalnya, menyuruh itu tak bisa dipidana, kalau menggerakkan baru bisa," ujarnya.

Topo meminta Kepolisian tidak serampangan menetapkan komisioner sebagai tersangka. "Jangan dilanjutkan, polisi. Pimpinan KPK bisa habis, tolong jangan diproses sampai mereka selesai bertugas menjadi komisioner," ujar dia. Dalam UU KPK, setiap komisioner yang ditetapkan menjadi tersangka bakal diberhentikan sementara melalui Keputusan Presiden.

Setelah Bambang menjadi tersangka, tiga komisioner sisanya, yaitu Abraham Samad, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain, berturut-turut dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri (baca: Setelah Bambang KPK, Giliran Adnan Pandu Diincar). Menurut Topo, pola itu adalah penghalang-halangan pemberantasan korupsi. "Ini dimulai ketika KPK menetapkan tersangka Budi Gunawan," katanya.

Budi Gunawan adalah calon Kepala Kepolisian. Oleh KPK, Budi dijerat pasal gratifikasi dan suap. KPK menyatakan bukti permulaan Budi melakukan korupsi sangat kuat, sehingga dijadikan tersangka. "Apa yang dilakukan polisi namanya 'obstraction of justice'" ujar Topo merujuk pada istilah upaya menghalangi proses penegakan hukum.

Topo datang ke KPK bersama para Dekan Fakultas Hukum lain, yaitu Zainul Daulay dari Universitas Andalas, Ahmad Sudiro (Universitas Tarumanegara), Farida Patitingi (Universitas Hasanuddin), Amzulian Rifai (Universitas Sriwijaya Palembang), dan Zaidun (Universitas Airlangga). Mereka ingin memberi dukungan kepada komisi antirasuah yang kini dirudung banyak masalah.

MUHAMAD RIZKI

Berita lain:
Diminta Jokowi Mundur, Budi Gunawan Menolak
Diminta Tegas Soal KPK, Jokowi Kutip Ronggowarsito
Anak Raja Abdullah Ini Ungkap Kekejaman Ayahnya





Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

1 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

1 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

2 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

2 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

2 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

2 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

3 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

3 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

3 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya