Sejumlah lilin di pasang di depan foto sejumlah korban pesawat AirAsia QZ8501 di SMAK Santo. Albertus, Malang, Jawa Timur, 5 Januari 2015. Dari delapan alumni dan siswa sekolah ini yang jadi penumpang QZ8501, baru satu orang yang ditemukan. TEMPO/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Malang - Siswa, guru, dan staf di Sekolah Menengah Atas Katolik Santo Albertus Malang, Jawa Timur menggelar misa kematian (requiem) untuk korban pesawat AirAsia QZ8501. Sebanyak 10 dari 155 penumpang pesawat yang diduga jatuh di perairan dekat Pulau Belitung itu diketahui adalah keluarga besar sekolah yang dikenal bernama SMA Dempo Malang itu.
Dari sepuluh orang itu, sembilan adalah alumni dan seorang masih terdaftar sebagai siswa aktif. "Semoga arwah korban tenang dan Tuhan mengampuni dosanya," kata Kepala SMA Dempo, Antonius Sumardi, Senin, 5 Januari 2015. (Baca juga: KNKT Didesak Selidiki Izin Rute Air Asia)
Mereka yang didoakan itu di antaranya adalah Indar Prasetyo Wijaya Kee, alumni 1977; Ruth Natalia, lulusan 2007; dan Kevin Alexander Soetjipto, alumni 2011. Sedangkan Cindy Clarissa Soetjipto masih aktif sebagai siswa kelas X.
Cindy dan Kevin Alexander merupakan kakak-beradik. Selain itu, kedua orang tuanya juga turut menjadi korban. Mereka ke Singapura untuk berlibur merayakan pergantian tahun.
Pihak sekolah menyatakan duka yang mendalam. Misa digelar di aula sekolah selama dua jam. Doa dipimpin Ketua Pastoral Care SMA Santo Albertus, Ignatius Imam Sukarno.
Ratusan siswa tampak khidmat mengikuti prosesi doa tersebut. Tak terasa sebagian peserta doa melelehkan air mata setelah sebuah layar menayangkan foto seluruh korban AirAsia.
Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) menyebut kondisi korban kecelakaan pesawat capung di Jalan Sunburst, Cilenggang, Tangerang Selatan masih utuh. Kecelakaan terjadi saat hujan deras melanda wilayah ini.