Tambang Grasberg atau Freeport di Papua, Indonesia. Lubang raksasa ini mulai digali tahun 1973, merupakan penghasil emas terbesar dan penghasil tembaga nomor tiga terbesar di dunia. OLIVIA RONDONUWU/AFP/Getty Images
TEMPO.CO , Jakarta: Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Sukhyar kembali melayangkan teguran untuk PT Freeport Indonesia. Perusahaan tambang asal Amerika itu belum menyerahkan laporan evaluasi per 6 bulan.
Surat teguran yang dilayangkan pada 29 Desember 2014 juga mengingatkan Freeport yang belum menentukan lokasi . Belum ada tanda-tanda pembangunan. Direncanakan dua smelter baru akan dibangun di Gresik dan Papua dan rampung pada tahun 2017.
Apabila gagal, izin ekspor Freeport akan terus ditahan. Perusahaan tambang baru akan mendapat izin apabila proses pembangunan smelter tidak terealisasi pada 2015.
Namun, Presiden Direktur Freeport Indonesia Rozik Soetjipto mengatakan pembangunan fasilitas pemurnian (smelter) akan menunggu keputusan perpanjangan kontrak di Indonesia. Apabila tak tercapai titik temu ihwal persyaratan ini, pembangunan akan terus tertunda. "Kalau tak ada perpanjangan, waktunya kurang," kata Rozik.(Baca:Tak Bangun Smelter, Ekspor Freeport Bakal Ditunda)
Pembangunan shelter paling cepat akan selesai pada 2018, sementara kontrak perusahaan tambang ini akan berakhir pada 2021. Freeport hanya memiliki waktu 3 tahun untuk memanfaatkan shelter yang diperkirakan tak menutup modal yang sudah dikeluarkan.
Proses pembangunan pun baru mencapai tahap studi teknologi. Mengenai lokasi, yang direncanakan ada di Gresik dan Papua, pun belum dapat dipastikan. "Masih belum pasti, untuk proses perizinan lahan juga butuh waktu panjang," ujar Rozik.
Mengenai perpanjangan sendiri, Rozik tak terlalu optimistik. Ia mengatakan lampu yang diberikan pemerintah masih hijau kekuning-kuningan. Menurut dia, kondisi saat ini seperti pepatah ayam dan telur, saling tarik menarik tanpa tahu siapa yang akan duluan mengalah.