Tiga pelaku kejahatan perampokan taksi putih digiring petugas usai gelar perkara di Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Jakarta, 8 Desember 2014. Tiga pelaku diamankan bersama barang bukti hasil kejahatan dan senjata api yang digunakan untuk merampok penumpang taksi. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Yudi Heriyanto, 34 tahun, berkali-kali memukulkan telapak tangannya ke badan taksi putih yang dikemudikannya. Sesekali dia mengacungkan telunjuknya seraya menaikkan dan menapakkan kakinya pada sela roda belakang. "Pasti ini persaingan bisnis," kata sopir taksi Express DBC 7333 ini dengan nada tinggi kepada Tempo di Jalan Matraman Raya, Jakarta, Ahad, 14 Desember 2014. (Baca: Begini Trik Perampok 'Taksi Putih' Menjebak Korban)
Komentar Yudi itu menanggapi kasus penodongan penumpang taksi putih yang terjadi Jakarta, pekan lalu. Polisi sudah menangkap tiga tersangka yakni Sutrisno, 41 tahun, Edward Syah Jaya, 31 tahun, dan Supriyanto, 22 tahun. Mereka menggunakan modus bersembunyi di bagasi. Kemudian, pelaku masuk ke ruang penumpang untuk mengambil harta benda penumpang.
"Pendapatan saya jadi menurun 30 persen gara-gara penumpang takut naik taksi putih," kata Yudi. Sebelum penodongan, Yudi mampu meraup Rp 800 ribu per hari. Lantas, mencuatnya kasus penodongan di taksi putih membuat pendapatannya menjadi sekitar Rp 550 ribu per hari. (Baca: Perampok 'Taksi Putih' Gunakan Mobil Curian)
Nasib serupa dialami kolega Yudi, Suherman, 39 tahun. Pengemudi taksi Express ini juga kehilangan penumpang karena insiden tersebut. Tapi setelah polisi mengungkap kasus itu, jumlah penumpang berangsur pulih. "Setidaknya penumpang tak takut lagi memilih taksi putih," kata Suherman.
Yudi lantas melanjutkan dengan insiden persaingan bisnis yang disebutnya merugikan taksi Express. "Ingat kasus argo kuda," ujarnya. Kasus itu, kata dia, melibatkan oknum dari perusahaan kompetitor taksi Express. Modusnya ialah memanipulasi mesin argo sehingga tarif menjadi melambung tak terkendali.
Yudi berharap polisi serius mengusut kasus ini. Sebab, modus kriminalitas kerap dipakai untuk menjatuhkan kompetitor di bisnis angkutan taksi ini. "Sopir seperti kami yang paling kena imbas persaingan tak sehat semacam itu," katanya.