Siswa Siswi mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di sekolah SD 01 Menteng dengan menggunakan buku kurikulum 2013 yang difotocopy di Jakarta, 14 Agustus 2014. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Banyuwangi - Musyawarah Kerja Kepala Sekolah di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, membahas penghentian pelaksanaan Kurikulum 2013 di 211.779 sekolah. Ujung dari musyawarah kerja itu adalah kebingungan. Menurut mereka, idealnya, Kurikulum 2013 dihentikan setelah tahun pelajaran 2014/2015 berakhir. (Baca: Stop Kurikulum 2013, Anies Teken Peraturan Menteri)
Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah Banyuwangi Mujiono mengatakan Kurikulum 2013 yang dialihkan ke Kurikulum 2006 di tengah tahun ajaran ini malah akan membebani orang tua siswa. Alasannya, siswa terlanjur memakai buku pelajaran Kurikulum 2013. "Berarti siswa akan membeli lagi buku KTSP," kata Mujiono, Senin, 8 Desember 2014.
Apalagi, kata Mujiono, ada perbedaan mendasar antara Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013 yang berpengaruh pada proses belajar dan mengajar siswa. Misalnya, pada Kurikulum 2006 penjurusan siswa dimulai sejak kelas XI, sedangkan pada Kurikulum 2013 penjurusan ditiadakan.
Kemudian pada sejumlah mata pelajaran di Kurikulum 2013 diajarkan terpadu yakni fisika, kimia, dan biologi serta geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi. "Pada Kurikulum 2006, semua pelajaran itu diajarkan terpisah," kata dia. Banyaknya mata pelajaran pada Kurikulum 2006 itu juga akan berpengaruh pada jumlah buku yang harus dibeli siswa.
Tapi Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Banyuwangi, Husin Matamin, menyatakan mendukung penghentian Kurikulum 2013. Dia malah meminta Menteri Pendidikan Dasar Menengah dan Kebudayaan Anies Baswedan tak ragu menghentikan Kurikulum 2013 di seluruh sekolah. "Kalau masih ada sekolah yang melaksanakan Kurikulum 2013, ini membingungkan bagi dunia pendidikan," kata Husin.