Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Wapres Jusuf Kalla (kiri), Menteri ESDM Sudirman Said (kanan) dan Mendagri Tjahjo Kumolo (kedua kiri) mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi di Istana Merdeka, Jakarta, 17 November 2014. Harga BBM bersubsidi jenis premium naik menjadi Rp. 8.500/liter dari Rp. 6.500/liter dan solar naik menjadi Rp. 7.500/liter dari Rp. 5.500/liter. ANTARA/Andika Wahyu
TEMPO.CO, Jakarta: Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari koalisi pendukung Prabowo Subianto berencana mengajukan hak interpelasi kepada Presiden Joko Widodo terkait keputusannya menaikkan harga bahan bakar minyak. Namun Presiden Jokowi tak perlu hadir guna menjawab permintaan keterangan dari anggota Dewan. (Baca: Jokowi Atau Prabowo Presiden, BBM Tetap Naik)
"Cukup Menteri Keuangan dan Pertamina dulu yang datang," kata anggota Fraksi Partai Amanat Nasional Yandri Susanto saat dihubungi Tempo pada Ahad, 24 November 2014. (Baca: Besok Tanda Tangan Interpelasi Beredar)
Hak Interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan yang penting dan strategis, serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Keputusan Presiden Jokowi menaikkan harga BBM dinilai Koalisi Prabowo kurang matang. Selain itu, mereka menduga ada pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 Pasal 14 butir 1 dan 3.
Efek domino dari kebijakan ini, menurut Yandri, adalah pertambahan orang miskin sebanyak 100 juta jiwa. Selain itu, kesenjangan sosial dan ketidakadilan pun akan semakin meluas. Apabila keterangan tak memuaskan, DPR baru akan memanggil Presiden Joko Widodo untuk memberikan keterangan. Apabila masih belum memuaskan, DPR dapat mengajukan hak angket. "Tapi masih terlalu jauh," katanya.