TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Faris, mengatakan pemilihan politikus Partai NasDem Prasetyo sebagai Jaksa Agung membawa dampak buruk bagi program anti-korupsi Presiden Joko Widodo.
"Sekarang agenda anti-korupsi Jokowi menjadi kabur, bukan hilang sepenuhnya," ujar Donal saat ditemui di kantor ICW, Jakarta, Kamis, 20 November 2014. (Baca: Jadi Jaksa Agung, Ini Janji Prasetyo)
Donal menjelaskan, agenda anti-korupsi Jokowi menjadi kabur karena tak jelas lagi bagaimana Jokowi akan menegakkan hukum jika penegak hukumnya saja rawan diintervensi. Menurut Donal, figur Jaksa Agung dari partai politik rawan tersandera kepentingan partai politik tempatnya berasal. (Baca: Alasan Jokowi Pilih Prasetyo Jadi Jaksa Agung)
Jika sudah tersandra, kata Donal, akan sulit untuk menangani kasus-kasus yang melibatkan figur partai poltik. Dampak lainnya, reformasi kejaksaan juga menjadi macet. (Baca; Jaksa Agung Prasetyo Janji Independen)
Donal mengatakan, masih ada jalan bagi Jokowi untuk memastikan program anti-korupsinya tak benar-benar hilang. Salah satunya, memasang target penanganan kasus korupsi terhadap Prasetyo begitu aktif menjadi jaksa agung. "Kasih target menyelesaikan berapa kasus korupsi dalam waktu 6-12 bulan," ujarnya. (Baca: Jaksa Agung Baru Mundur dari NasDem)
Sebagaimana diketahui, Prasetyo dipilih menjadi jaksa agung oleh Jokowi tadi siang. Ia mengalahkan calon-calon lain seperti Pelaksana Tugas Jaksa Agung Andhi Nirwanto, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Widyo Pramono, dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Muhammad Yusuf. (Baca juga: Jadi Jaksa Agung, Prasetyo Belum Mundur dari DPR)
Prasetyo pernah mejabat jaksa agung muda pidana umum pada 2006. Namun ia kemudian menjadi kader Partai NasDem dan terpilih sebagai anggota DPR tahun 2014-2019 meski harus undur diri begitu dipilih sebagai jaksa agung.