15 Polwan saat memperagakan pakaian dinas untuk Polwan berjilbab yang digelar di Lapangan Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Jakarta (25/11). Pakaian Polwan berjilbab ini terdiri dari Pakaian Dinas Harian (PDH) dan Pakaian Dinas Lapangan (PDL) Lalu Lintas, Brimob, Provost, Polair, Pengamanan Objek Vital (Pam Obvit). TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Hukum Mabes Polri Brigadir Jenderal Moechgiyarto mengakui tes keperawanan untuk calon polisi wanita memang diadakan Polri. "Kalau memang ada perawan yang baik, kenapa tidak kita pilih?" ujar Moechgiyarto saat menjadi pembicara dalam acara Dialog Hukum Pekerjaan Rumah Pemerintah Jokowi-JK di gedung Puri Imperium, Kuningan, Jakarta, Rabu, 19 November 2014. (Baca: Polri: Tes Keperawanan Bukan Fokus Ujian Kesehatan)
Moechgiyarto menjelaskan tes ini dilakukan karena polisi pernah kecolongan menerima seorang polwan yang baru bekerja dua bulan kemudian hamil. Mengenai alat medis yang digunakan, dia mengakui peralatan untuk meninjau kondisi tubuh bagian dalam seseorang yang dimiliki Polri memang tidak bagus. "Alat kedokteran Polri tidak bisa mendeteksi dengan baik," ujarnya. (Baca: Polri: Calon Polwan Tak Perawan Bisa Lulus Seleksi)
Sebenarnya, kata Moechgiyarto, tes keperawanan itu merupakan aturan internal Polri. Bila dikaitkan dengan profesi, menurut dia, keperawanan tak mempengaruhi profesionalitas. Namun, kepolisian berhak mengetahui penyebab hilangnya keperawanan seseorang. "Apa penyebabnya? Bagaimanapun juga ini moral," ujar dia. (Baca: Sutarman: Informasi Tes Keperawanan Tak Akurat)
Penjelasan Moechgiyarto terkait dengan tes keperawanan mengundang sorak peserta dialog. Para peserta, khususnya perempuan, menyoraki Moechgiyarto karena tak terima dengan penjelasannya. "Polisi ini sangat diskriminasi. Kenapa tak ada tes keperjakaan pria juga?" kata seorang wanita peserta dialog. (Baca: Tes Keperawanan Polwan Bikin Heboh Polri)