TEMPO.CO, Bandung - Gempa di Laut Maluku yang terasa kuat getarannya di Sulawesi bagian utara serta Pulau Halmahera, Sabtu, 15 November 2014, berasal dari zona subduksi ganda. Zona itu merupakan tempat pertemuan dua lempeng besar, yakni Eurasia dan Pasifik, sehingga tergolong istimewa karena satu-satunya di Indonesia.
Peneliti gempa dari Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano, mengatakan subduksi ganda tersebut terbentuk akibat tekanan dari lempeng Laut Filipina atau lempeng Pasifik di timur pada zona Halmahera. "Laju penunjaman lempeng itu 6,7 sentimeter per tahun," ujarnya saat dihubungi Tempo, Sabtu, 15 November 2014. (Baca juga: BMKG: Gempa 7,3 SR di Perairan Maluku)
Sedangkan dari sebelah barat, lempeng Eurasia menekan ke arah timur dengan laju 1,7 sentimeter per tahun pada zona Sangihe. "Akibat dari penunjaman ganda tersebut, terjadi tekanan dari arah barat dan timur di bagian tengah," tuturnya. (Baca juga: Jokowi Minta Menteri Koordinasi Tangani Gempa)
Kondisi tersebut mengakibatkan beberapa kejadian gempa dengan kegempaan di antara Sangihe dan Halmahera sangat dominan serta terjadi di kedalaman yang kurang dari 50 kilometer atau gempa dangkal.
Pada Sabtu, 15 November 2014, terjadi gempa dengan kekuatan 7,3 skala Richter di kawasan tersebut. Pusat gempa pada Sabtu pagi lalu itu berada di laut, 132 kilometer sebelah barat laut Halmahera Barat, Maluku Utara. Kawasan Ternate dan Manado yang paling terdampak. (Baca juga: Ternate Diguncang Dua Kali Gempa 7,3 SR)