Foto mendiang Sumarti Ningsih, TKW korban mutilasi di Hongkong, yang tersimpan di rumahnya di Desa Gandrungmangu, Cilacap, Jateng, Senin 3 November 2014. ANTARA/Idhad Zakaria
TEMPO.CO, Jakarta - PT Arafah Bintang Perkasa membenarkan bahwa pihaknya sempat menjadi penyalur Sumarti Ningsih, tenaga kerja wanita yang menjadi korban mutilasi di Hong Kong. Namun, sejak Oktober 2013 lalu, kontrak mereka telah usai. (Baca: TKI Dibunuh di Hong Kong Pernah Kursus DJ)
"Kontraknya dua tahun, sudah habis tahun lalu. Jadi, bukan tanggung jawab kami," kata pengelola PT Arafah yang enggan menyebutkan namanya kepada Tempo, Selasa, 4 November 2014.
Kata pengelola tersebut, Sumarti sempat pulang ke Indonesia karena masa berlaku paspornya telah habis. Kemudian, wanita 25 tahun itu membuat paspor dan visa jenis turis untuk kembali ke Hong Kong. Oleh sebab itu, kata pengelola PT Arafah, saat ia ditemukan meninggal karena dibunuh, Konsulat Indonesia yang berada di Hong Kong tidak menghubunginya. (Baca: Ayah Sumarti Ingin Rurik Jutting Dihukum Mati)
"Karena memang sudah tidak ada hubungan lagi. Kabarnya, dia di sana menjadi perempuan nakal. Itu semua di luar pengawasan kami," tuturnya.
Sumarti Ningsih ditemukan tewas di apartemen mewah seorang pria warga Inggris, Rurik Jutting, di Wan Chai, Hong Kong. Bersama seorang warga Indonesia lainnya, Sumarti dibunuh oleh bankir asal Inggris itu. (Baca: TKI Dibunuh di Hong Kong Mestinya Sudah Pulang)