Ekspresi Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto di acara pembekalan anggota DPR terpilih periode 2014-2019 Koalisi Merah Putih, Jakarta, 26 September 2014. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan hakim konstitusi, Maruarar Siahaan, menyatakan pemilihan langsung bukan merupakan produk demokrasi barat. Banyak pihak yang salah menafsirkan mengenai mekanisme pemilihan pemimpin yang diwakilkan oleh parlemen. (Baca: Koalisi Prabowo Usulkan Pilpres oleh MPR Lagi)
"Yang diwakilkan oleh parlemen hanya mengenai kebijakan publik yang menyangkut kebutuhan orang banyak," ujar Maruarar saat dihubungi, Selasa, 30 September 2014. "Bukan soal pemimpin. Dasar argumennya yang digunakan oleh beberapa pihak hanya sila ke-4 Pancasila." (Baca: Prabowo Senang Pilkada Langsung Dihapus)
Maruarar menuturkan banyak pihak yang menggunakan sila ke-4 Pancasila sebagai dalil pembenar bahwa mekanisme pemilihan presiden dikembalikan ke MPR. "Jadi, seolah mengartikan kalau bertentangan dengan sila ke-4 itu lantas disebut sebagai demokrasi produk barat, padahal tafsir mereka justru salah." (Baca: Pilkada, PPP: Demokrat Mainkan Skenario Prabowo)
Secara konstitusi, ujar Maruarar, pemilihan langsung sudah tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) mengenai kedaulatan di tangan rakyat. Apalagi, kata dia, setelah adanya amandemen ketiga terhadap UUD 1945. "Jika pilpres kembali ke MPR, akan melahirkan diktator baru lagi, karena yang dipilih oleh anggota Dewan hanya berdasarkan kepentingan golongan saja."
Setelah menghapus pemilihan langsung oleh rakyat, Koalisi Merah Putih menggulirkan wacana mengembalikan pemilihan presiden ke Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Maruarar berujar, jika Koalisi Merah Putih berniat mengembalikan pilpres lewat MPR, akan menimbulkan kekacauan masif di masyarakat. Masyarakat nantinya, kata dia, akan menyadari demokrasi di Indonesia yang semakin lama mengalami kemunduran.