Terkait Anas, KPK Tegaskan Bersikap Adil

Reporter

Editor

Budi Riza

Rabu, 24 September 2014 11:23 WIB

Anas Urbaningrum menjalani sidang dengan agenda membacakan nota pembelaan (Pledoi) atas dirinya di pengadilan Tipikor, Jakarta, 18 September 2014. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto, menyatakan tidak ada diskriminasi terhadap terdakwa perkara dugaan suap proyek Hambalang, Anas Urbaningrum.

Menurut Bambang, KPK memperlakukan Anas sama posisinya dengan terdakwa kasus korupsi lainnya yang dituntut dengan pencabutan hak politiknya. Ini berlaku, misalnya, untuk Gubernur Banten Atut Chosiyah dan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

"Jaksa penuntut umum KPK bukan orang politik, sehingga kami tidak mau bermain-main dan ditarik-tarik dengan pernyataan dan sinyalemen bersifat politis yang berulang kali dikemukakan oleh Anas dan kelompoknya yang memang politikus," ujar Bambang melalui pesan singkat, Rabu, 24 September 2014.

Hari ini, Anas menunggu vonis yang bakal diketok oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. (Baca: Anas Urbaningrum Dituntut 15 Tahun Penjara)

Sebagai penegak hukum, tutur Bambang, KPK bekerja berdasarkan fakta dan alat bukti serta pembuktian. Hukuman tambahan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi membolehkan dilakukan pencabutan hak memilih dan dipilih.

Bambang berharap putusan hakim Pengadilan Tipikor akan sependapat dengan tuntutan KPK untuk memberikan hukuman yang maksimal sesuai dengan kesalahan Anas. "Itu sebabnya jaksa KPK tidak akan buat pernyataan yang bersifat politis, apalagi melakukan tindakan politisasi seperti yang sering dilakukan Anas," tutur Bambang. (Baca: Amir Syamsuddin Berkisah Soal Anas Urbaningrum)

Sebelumnya, jaksa menuntut Anas dengan pidana 15 tahun penjara. Jaksa juga meminta hakim mendenda Anas sebesar Rp 500 juta subsider pidana 5 bulan kurungan. Jaksa juga menuntut Anas membayar uang pengganti atas kerugian negara sebesar Rp 94.180.050.000 dan US$ 5.261.070.

Dengan ketentuan, apabila tidak dibayar selama selama bulan sesudah berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita negara dan dapat dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila harta bendanya tidak mencukupi, dapat diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun. (Baca: Sidang, Anas Khidmat Mendengarkan Tuntutan)

Tak hanya itu, jaksa menuntut Anas dihukum dengan pidana tambahan, yakni pencabutan hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik. Kemudian, jaksa menuntut pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha pertambangan atas nama PT Arina Kotajaya seluas 5.000 sampai 10 ribu hektare yang berada di Kecamatan Bengalon dan Kongbeng, Kutai Timur, Kalimantan Timur.

LINDA TRIANITA


TERPOPULER
3 Tudingan Miring Anas kepada Keluarga SBY
Bocah 8 Tahun Dapat Duit Rp 15 Miliar dari YouTube
Anas dan 466 Politikus yang Dijerat Kasus Korupsi
Jokowi Emoh Ditanya Lagi Soal Jakarta











Advertising
Advertising

Berita terkait

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

41 menit lalu

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perdana praperadilan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor, Senin, 6 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

5 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan jemput paksa terhadap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor tak perlu harus menunggu pemanggilan ketiga.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

1 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

2 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

2 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

2 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

2 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

3 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

3 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya