TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bhakti, mengatakan polemik Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah usai karena Partai Demokrat menyatakan dukungannya pada sistem pemilu langsung.
"Dukungan partai itu mengakhiri drama pro-kontra soal sistem pemilu mana yang lebih baik," kata dia di Rumah Kebangsaan, Jakarta, Ahad, 21 September 2014. (Baca: Bergabung dengan Jokowi, PPP Tetap Pro Pilkada DPR)
Menurut Ikrar, sikap Partai Demokrat sekaligus menjawab tuduhan bahwa pendirian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mendukung sistem pemilu langsung ialah sikap pribadi.
Pernyataan Sjarifuddin Hasan, Ketua Harian Partai Demokrat, meruntuhkan argumen politikus dari Koalisi Merah Putih yang menilai partai berlambang bintang mercy itu masih setia mendukung pemilu kepala daerah oleh parlemen. (Baca: Wanda Hamidah Tolak Pilkada oleh DPRD)
Ikrar optimistis Partai Demokrat tidak akan berubah sikap lagi menjelang pengesahan beleid itu pada sidang paripurna DPR, 25 September besok.
Voting terbuka maupun tertutup di parlemen besok cenderung mengarah pada keberpihakan pada pemilu langsung.
"Bahkan, rakyat bisa mengontrol partai mana saja yang tak berpihak pada kedaulatan rakyat dan tak segan menghukum mereka pada Pemilu 2019," ujarnya. (Baca: Soal RUU Pilkada, Demokrat Jateng Tak Setuju SBY)
Sebelumnya, Sjarifuddin Hasan menegaskan partainya mendukung pemilihan kepala daerah secara langsung. Namun, partainya menyebut sepuluh syarat yang harus dimasukkan ke dalam rancangan undang-undang.
Beberapa syarat yang disorongkan partai penguasa itu ialah pengaturan dan pembatasan dana kampanye, larangan politik uang, penyelesaian sengketa hasil pemungutan suara, serta penolakan pada kampanye gelap dan fitnah. (Baca: Aktivis Aceh Susun Strategi Tolak RUU Pilkada)
"Ini penyempurnaan sikap. Sistem pemilu langsung yang terbaik untuk rakyat dan demi kepentingan rakyat," ujarnya di kantor DPP Partai Demokrat pada pekan lalu.