Alinasi mahasiswa pro demokrasi duduk disamping keranda saat melakukan aksi unjuk rasa menolak RUU Pilkada di Gedung DPRD Sulsel, Makassar, 16 September 2014. Mereka menolak RUU Pilkada karena dianggap mengebiri kedaulatan rakyat dan menghapus hak konstitusional rakyat Indonesia. TEMPO/Asrul Firga Utama
TEMPO.CO, Samarinda: Kelompok penyandang cacat di Samarinda yang tergabung dalam Gema Presiden menolak pengesahan RUU Pilkada yang mengembalikan pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Mereka menyatakan dukungan terhadap pengesahan RUU Pilkada sebagai bentuk pengkhianatan reformasi. (Baca: Tiga Rambu dalam Pilkada oleh DPRD)
"Kami melihat justru partai-partai yang lahir dari reformasi malah tak reformis dalam RUU ini, pemilihan langsung lahir dari hasil darah reformasi," kata Ardiansyah, Ketua Gema Presiden Samarinda, Selasa, 16 September 2014.
Menurut dia, dengan pemilihan langsung banyak dampak positif yang dirasakan rakyat terutama para penyandang cacat. Setidaknya tak ada simpati lagi terhadap warga minoritas ini.
Wakil Ketua Gema Presiden Hartoyo menyatakan hingga kini dirinya merasakan perbedaan pemilihan langsung dan tidak langsung. Perbedaannya, menurut dia, sangat mencolok. Dia menilai pemilihan oleh Dewan akan menghilangkan rasa simpati kepala daerah yang terpilih.
"Dari pilihan langsung ini minimal kepala daerah tahu keluhan dan memberikan solusi yang kami rasakan," kata dia.
Dia menyebutkan partai-partai yang mengajukan RUU Pilkada (baca: Kata Bupati Subang Soal Pilkada Langsung) ini dari partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih. Hartoyo menyebut Partai Amanat Nasional dan Partai Keadilan Sejahtera yang seharusnya menjadi pioner melawan penolakan reformasi justru larut dalam arus politik mundur ini.
"Mereka harusnya berterima kasih atas lahirnya reformasi, tapi dengan dukungan ini mereka seolah melupakan cikal bakal lahirnya partai," kata dia.
Secara mendasar penyandang cacat di Samarinda pemilihan kepala daerah tak akan menghapuskan politik uang. Justru dengan pemilihan di Dewan, politik uang tersentral di gedung DPRD.
"Membutuhkan uang dalam berpolitik itu resiko, tapi dengan pemilihan langsung rakyat bisa merasakan langsung dan bersilaturahmi dengan kepala daerahnya," katanya.