Warga melakukan aksi protes menuntut pelunasan ganti rugi saat peringatan 8 tahun semburan Lumpur Lapindo di tanggul desa Siring, Porong, Sidoarjo (29/5). Hingga 8 tahun usia semburan lumpur, masih banyak korban yang belum terlunasi ganti rugi tanah dan bangunannya. TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO, Sidoarjo - Warga korban lumpur Lapindo kembali menunda keberangkatan mereka ke Jakarta untuk mengadukan proses ganti rugi yang tak kunjung tuntas kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Agenda mereka itu sangat bergantung pada Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto yang hari ini, Selasa, 9 September 2014, batal mengantar mereka dengan alasan mendadak ada acara lain yang tidak bisa ditinggalkan.
Rencananya, ada agenda pertemuan terlebih dulu antara Menteri dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) beserta warga korban lumpur Lapindo. "Jadi terpaksa kami gagal berangkat karena tidak ada Menteri PU," kata Djuwito, satu warga korban lumpur Lapindo, yang rencananya menjadi wakil yang akan berangkat ke Jakarta. Djuwito ditemui di titik 42, Desa Renokenongo, Porong, Sidoarjo, pada Selasa, 9 September 2014.
Menurut Djuwito, pemberitahuan pembatalan diterimanya pada Senin sore, 8 September 2014, dari perwakilan BPLS. Pemberitahuan itu juga menyebabkan agenda istigasah yang rencananya mengiringi pengaduan itu ikut batal. "Kami minta maaf kepada warga," kata Pejabat Sementara Desa Renokenongo, Subakrie.
Subakrie menambahkan, kegagalannya itu tidak lantas menurunkan semangat warga untuk berjuang mempertahankan hak yang belum terlunasi. Menurut dia, Dewan Pengarah BPLS yang terdiri dari Bupati Sidoarjo dan Gubernur Jawa Timur menjanjikan pemberangkatan warga ke Jakarta pada 17 September mendatang.
Hari itu dianggap tenggat terakhir perjuangan korban lumpur Lapindo menagih ganti rugi kepada Presiden. "Apabila tidak dikabulkan, pemerintah SBY memang tidak peduli kepada kami (korban lumpur Lapindo)," katanya. MOHAMMAD SYARRAFAH