TEMPO Interaktif, Kupang: Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) kembali menyampaikan protes berkaitan dengan tewasnya Muhammad Heri, 37 tahun, nelayan Indonesia yang tewas di Darwin, Australia Utara. Menurut YPTB, hasil investigasi sementara yang dilakukan jaringannya meyakini kematian Heri disebabkan tekanan psikis (stres berat) dan bukan serangan jantung sebagaimana dijelaskan pemerintah Australia, yang dikutip Kedutaan besar RI di Canbera.Direktur YPTB, Ferdi Tanoni yang juga Ketua Pokja Celah Timor dan Pulau Pasir, dalam siaran persnya Selasa (3/5) mengatakan, Heri yang nakhoda perahu, bersama sembilan rekannya dituduh memasuki perairan Australia secara ilegal. Oleh aparat Australia, mereka secara tidak manusiawi dibiarkan di atas perahu kecil, tanpa diberi kesempatan berkomunikasi dengan pihak lain. "Bila jantung Heri harus berhenti berdetak sudah pasti karena mengalami tekanan psikis berat setelah diperlakukan tidak manusiawi," kata Ferdi. Berkaitan dengan ketidaktransparannya pemerintah Australia dalam mengungkap kematian nelayan Indonesia ini, YPTB meminta Departemen Luar Negeri tidak seenaknya menerima hasil otopsi dokter yang menyatakan penyebab kematiannya adalah serangan jantung. "Deplu harus melakukan investigasi. Karena jaringan kami melaporkan, sebelum Heri tewas, dia sempat mengeluh karena disekap dalam sebuah perahu yang kecil," katanya.YPTB menegaskan, kejadian ini merupakan kasus yang kedua. Sebelumnya, Mansyur La Ibu, nelayan asal Pulau Palue, Kabupaten Sikka, NTT juga tewas di Darwin. Hasil otopsi dokter pada saat itu, tidak menemukan penyakit. Saat itu, dokter yang melakukan otopsi sempat bersitegang dengan aparat keamanan Australia karena korban disekap secara tidak manusiawi di sebuah perahu kecil berhari-hari. Selain itu, jenazah Mansyur dibiarkan di ruang pendingin mayat lebih dari satu bulan karena pihak Indonesia dan Australia saling melempar tanggung jawab soal siapa sesungguhnya yang paling bertanggung jawab mengeluarkan biaya penguburan. Jems de Fortuna