Capres PDIP Joko Widodo (tengah) bersama personil Slank Kaka, Ridho, Abdee, Bimbim, Ivanka dan Bunda Ifet, usai lakukan silaturahmi, di Markas Slank, Gang Potlot, Jakarta Selatan (27/5). Dalam pertemuan tersebut personil Slank tawarkan 48 nama untuk jadi Menteri di Kabinet Jokowi jika jadi Presiden pada Pilpres 2014. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Bank Central Asia, David Sumual, menyarankan agar di kabinet mendatang menteri di bidang ekonomi lebih baik bukan dari partai. "Karena jika dari partai akan banyak kepentingan masing-masing," ujar dia ketika dihubungi pada Jumat, 25 Juli 2014. (Baca: Menteri Pilihan Rakyat Dirilis Agustus Ini)
David mengharapkan kabinet sekarang lebih menitikberatkan pada kemampuan di bidangnya masing-masing. "Zaman dulu kan lebih banyak dari birokrat. Nah, kalau sekarang banyak dari partai sehingga banyak kasus terkait dengan angaran dan partai," ujar dia. (baca:Usai Lebaran, Kalla Bahas APBN dengan SBY)
Menurut David, pos menteri kordinator lebih baik dari diisi oleh teknokrat senior yang mengerti ekonomi makro. Adapun menteri keuangan harus mengerti kebijakan fiskal. "Chatib Basri adalah contoh pilihan yang baik karena tahu banyak mengenai fiskal," kata dia.
Selain itu, menurut dia, harus ada birokrasi yang efektif dan produktif. "Karena saat ini belanja rutin pegawai adalah salah satu yang paling besar, bukan untuk pembangunan di daerah-daerah." (baca: Diusulkan Jadi Calon Menkominfo, Ini Kata Nezar Patria)
Satu hal yang penting, ujar David, selama ini Indonesia terlalu banyak kementerian sehingga sulit untuk saling kordinasi. "Di negara-negara maju, jumlah kementerian ada yang hanya 20. Tapi di Indonesia ini ada lebih dari 30 kementerian," ucapnya.