Puluhan PSK mengikuti upacara bendera di lokalisasi Gang Dolly, Surabaya, Senin 23 Juni 2014. TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO, Surabaya - Seorang pekerja seks komersial (PSK) di wilayah Dolly, Rina, bukan nama sebenarnya, mengatakan kompensasi sebesar Rp 5 juta dinilai terlalu kecil untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Rina yang beroperasi di Jalan Jarak, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, biasa berpenghasilan Rp 10 juta per bulan.
Rina kemudian mendatangi kembali Markas Komando Rayon Militer, Rabu, 25 Juni 2014. Sebelumnya, dia mengaku hanya mengikuti kawan-kawannya mengurus kompensasi. Tapi, kini ia berharap dicoret dari daftar penerima kompensasi. Meski belum menerima buku tabungan, tapi dia menyatakan diri untuk menolak kompensasi pemerintah.
"Saya khawatir jika tetap menerima kompensasi, aparat akan menangkap bila suatu saat masih kedapatan bekerja sebagai pekerja seks komersial," katanya. "Saya berharap datanya di dinas sosial bisa dihapus."
Menurut Rina, selama ini ia membutuhkan uang lebih dari Rp 5 juta sebulan. Uang itu untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan membiayai ketiga anaknya di kampung setelah tujuh tahun berpisah dari suami. Anaknya yang paling besar sudah duduk di sekolah menengah pertama (SMP).
"Anak saya yang besar SMP, kalau saya nggak kerja begini, gimana memenuhi kebutuhan mereka?" ujarnya.
Sementara ini, jumlah PSK yang mengurus kompensasi sebanyak 354 orang. Sedangkan untuk muncikari ada 66 orang yang sudah mengambil uang tunai Rp 5 juta. Tiga di antaranya mengembalikan dengan alasan masih ingin membuka wisma setelah Lebaran nanti. (Baca: Ada Tiga Tipe Pekerja Seks di Dolly)