Keluarga korban penculikan, penembakan mahasiswa, dan peristiwa Mei 1998, mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta, Selasa (1/6). Mereka menggugat pengangkatan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Wakil Menteri Pertahanan karena dinilai bertanggung jawab atas peristiwa-peristiwa tersebut. TEMPO/Seto Wardhana
TEMPO.CO, Jakarta - Teka-teki hilangnya 13 aktivis tampaknya belum akan terungkap dalam waktu dekat. Bekas Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal Purnawirawan Kivlan Zein yang sebelumnya mengaku tahu hilangnya aktivis tersebut mengatakan tak mau memenuhi panggilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. "Nanti dendam lama terbuka lagi. Lebih baik nanti saja," kata Kivlan saat dihubungi Senin, 12 Mei 2014.
Kivlan menolak untuk memberikan keterangan tentang satu kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia saja. Sebab, kata dia, masih banyak kasus yang juga harus diungkap.
Karena itu, Kivlan meminta Komnas HAM untuk segera membentuk pengadilan HAM. Atau, kata dia, lebih luas lagi negara membentuk panel nasional untuk rekonsiliasi kebenaran. "Supaya terbuka jelas semuanya, bukan hanya satu kasus saja," ujar dia.
Kivlan menyatakan akan bersaksi panjang lebar dalam pengadilan atau panel nasional tentang kasus hilangnya 13 aktivis tersebut. Dia mengklaim masih ingat betul detil kronologis dan siapa dalangnya. "Tapi di pengadilan, bukan Komnas HAM."
Sebelumnya, Ketua Komnas HAM Hafidz Abbas mengatakan lembaganya membentuk tim khusus untuk memanggil Kivlan terkait dengan pernyataannya atas keberadaan 13 aktivis yang telah dinyatakan hilang 16 tahun lalu.
"Ini adalah satu babak baru dari proses penyelesaian kasus tersebut yang sebenarnya telah ditutup di tahun 2006," ujar Hafidz melalui pesan singkat kepada Tempo. Namun, Hafidz tak bisa memastikan seberapa cepat tim khusus ini akan bergerak menuntaskan kasus penculikan aktivis.