UU Pemda Batasi Kesempatan Warga Menjabat Kepala Daerah
Reporter
Editor
Selasa, 8 Maret 2005 23:51 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Mantan Menteri Otonomi Daerah Ryas Rasyid dalam penjelasannya kepada Majelis Hakim Konstitusi menilai penjelasan pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah membatasi hak-hak konstitusi warga negara, baik sebagai pribadi maupun badan hukum partai politik untuk mencalonkan dan dicalonkan sebagai kepala daerah. Menurut Ryas, yang ditunjuk sebagai saksi ahli pemohon dalam persidangan pertama UU Pemda yang diajukan mantan Ketua Komisi TNI/Polri DPR Ferry Tinggogoy, Selasa (8/3), di Mahkamah Konstitusi, penjelasan ayat 1 yang berbunyi 'bahwa partai politik atau gabungan partai politik dalam ketentuan ini adalah partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD', seharusnya tidak perlu dicantumkan dalam UU Pemda. Karena telah mencederai keadilan, dengan tidak memberikan perlakuan yang sama serta sederajat terhadap sesama partai politik. Penjelasan ini diperkuat saksi ahli lainnya, yaitu Alfitra Salam. Alfitra bahkan mengatakan penjelasan itu mengaburkan dan menghilangkan substansi dari batang tubuh pasal 59 ayat (1) dan (2). Selain itu, para saksi menilai penjelasan ayat (1) cacat hukum karena mengandung contradictio in terminis. Penjelasan ini juga dianggap menjadi suatu regulasi baru yang seharusnya diletakkan dalam batang tubuh UU bukan penjelasan. "Penjelasan ayat (1) sangat diskriminatif dan bertentangan dengan pasal 28 I UUD 1945, karena hanya mengakomodir partai-partai yang memperoleh kursi di DPRD dan mendiskualifikasi partai yang tidak memiliki kursi. Padahal jika dilihat dari akumulasi suara sah yang diperoleh partai-partai yang tidak memiliki kursi, maupun yang memiliki kursi tetapi tidak mencapai 15 persen kursi di DPRD ternyata cukup besar, seperti di Sulawesi Utara (34,3%),"papar Alfitra. Namun pernyataan saksi ahli ini dibantah Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin. Dalam penjelasan singkatnya kepada majelis hakim, Hamid mengatakan kriteria pencalonan oleh partai politik atau gabungan partai politik, begitu juga dengan pembatasan perolehan suara, bukan tindakan diskriminatif. Tetapi sebagai salah satu wujud demokrasi untuk mendapatkan calon kepala daerah yang sesuai keahliannya. Pada persidangan pertama yang diajukan pemohon, yang menjadi anggota Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), majelis hakim hanya menghadirkan saksi ahli dari pemohon dan pemerintah. Usai mendengarkan keterangan ahli, hakim menyatakan sidang ditutup dan dilanjutkan pada sidang berikutnya. Pada kesempatan ini, pemerintah diminta menyerahkan keterangan tertulis. Ditanya mengenai banyaknya permohonan judicial review terhadap UU Pemda, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Progo Nurdjaman tidak memberi komentar. Dia hanya mengatakan, pemerintah tetap melaksanakan pemilihan kepala daerah seperti yang diamanatkan UU. Dia pun tidak mau berandai-andai akan melakukan tindakan apa jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon, yaitu mencabut UU Pemda. "Kita tunggu saja, kalau ada beberapa hal yang nanti diputuskan Mahkamah Konstitusi, pemerintah tetap menghormati," ujarnya.Sunariah - Tempo
Isi Kuliah Umum di Binus, Ketua MK Beberkan Soal Pengujian Undang-undang hingga Peran Mahkamah
12 jam lalu
Isi Kuliah Umum di Binus, Ketua MK Beberkan Soal Pengujian Undang-undang hingga Peran Mahkamah
Dalam kuliah umum, Suhartoyo memberikan pembekalan mengenai berbagai aspek MK, termasuk proses beracara, persidangan pengujian undang-undang, kewenangan MK dalam menyelesaikan sengketa, dan manfaat putusan MK.