Persoalan lain yang mucul pada UN tingkat SMP, misalnya, adanya pertanyaan yang hilang dalam soal bahasa Indonesia. Dari 50 soal yang diuji, tidak terdapat pertanyaan pada nomor 45 seperti yang terjadi di SMP Negeri 10 Padang. Kasus itu hampir terjadi di setiap kelas. Rata-rata dua naskah tidak mempunyai pertanyaan pada nomor 45.
Persoalan lainnya adalah terpisahnya lembaran soal nomor 1-7 dan nomor 45-50 sehingga membingungkan para murid. Hal itu terjadi karena masih tercantumnya nama Jokowi dalam soal yang lama. "Kami akan raker untuk membahas hal ini," kata Utut.
Ia mengatakan saat ini DPR RI juga sedang membuat tabulasi sisi positif dan negatif palaksanaan UN. Dalam rapat kerja yang akan digelar nantinya juga akan dibahas pertimbangan apakah UN masih perlu pada tahun-tahun berikutnya. "Kalau pembobotan, (nilai) UN 60 persen, sedangkan ujian sekolah 40 persen," katanya.
Anggota Komisi X DPR RI Zulfadli menyebutkan adanya keteledoran dalam penulisan soal UN harus segera dievaluasi Kementerian Pendidikan. Sebab, adanya lembaran soal yang terpisah-pisah atau adanya pertanyaan yang hilang dalam naskah harus sudah diganti jauh-jauh hari sebelum soal dicetak. (Baca: Ada Jokowi dan Topeng Monyet di UN Braile)
"Kalau mau diganti seharusnya sebelum dicetak. Kalau sekarang, yang ada malah dua versi jenis. Soal yang dipakai dan ada soal yang tidak dipakai. Siswa jadi bingung apalagi hari pertama yang seharusnya mereka bisa lebih konsentrasi," katanya.
Nama Gubernur DKI Jakarta kembali muncul di soal ujian nasional tingkat sekolah menengah pertama (SMP). Namanya muncul dalam soal UN bahasa Indonesia yang dilaksanakan pada Senin, 5 Mei 2014.