Mantan anggota DPR Fraksi PDI-P, Izedrik Emir Moeis usai mendengarkan sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, (10/3). Emir Moeis dituntut 4 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp 200 juta subsider 5 bulan penjara. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto menyatakan, hingga April 2014, sudah 74 anggota DPR terlibat kasus korupsi. Hal ini disampaikan untuk menunjukkan adanya kerawanan konflik kepentingan jika pimpinan KPK harus dipilih Dewan Perwakilan Rakyat.
"Cukup banyak terdakwa yang berasal dari partai politik kemudian dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman," kata Bambang di Mahkamah Konstitusi, Selasa, 15 April 2015.
Ia menyatakan jumlah politikus yang tersandung kasus korupsi ini diduga akan lebih besar lagi jika ditambah dari data penanganan kasus serupa oleh kepolisian dan kejaksaan. Kejahatan korupsi sendiri dinilai semakin masif, sistematis, dan terstruktur yang mengharuskan adanya lembaga antikorupsi independen. (Baca: Dua Jalur ke Kantong Emir)
Situasi ini, menurut Bambang, menjadi gambaran adanya potensi intervensi dan konflik kepentingan jika DPR masih memiliki kewenangan memilih pimpinan dan strukturnya. Konstitusi sendiri dinilai sama sekali tak memberi hak pada DPR untuk memilih, tapi hanya memberi persetujuan.
"Potensi konflik kepentingan dapat saja dilakukan parlemen karena program pemberantasan korupsi mengganggu stabilitas kepentingan yang ada di parlemen."
Berdasarkan data KPK, 74 politikus terlibat dalam kasus korupsi pada 2007-2014. Jumlah tinggi terjadi pada 2010 sebanyak 27 orang dan 2012 ada 16 orang. (Baca juga: Siapa Pencair Cek Suap)
Selain politikus, KPK mencatat total kepala lembaga atau kementerian yang terlibat ada 12 orang, duta besar 4 orang, komisioner 7 orang, gubernur 10 orang, wali kota atau bupati 35 orang, pejabat eselon 114 orang, hakim 10 orang, swasta 94 orang, dan lainnya 41 orang. Total seluruh terdakwa yang ditangani KPK yaitu 401 orang. (Simak: Rano Karno Minta Bukti Aliran Dana Lewat PPATK)
Terungkapnya berbagai modus korupsi dari perencanaan anggaran sampai proses pelaksanaan APBN atau APBD sejatinya karena penggunaan sistem anggaran berbasis kinerja (ABK) atau performance based budgeting. Pada intinya, ABK merupakan prinsip penganggaran yang berorientasi pada hasil (output) dan kemanfaatan (outcome) dari setiap rupiah uang negara/daerah yang digunakan untuk membiayai berbagai program/kegiatan pemerintah pusat/daerah.