Aktivis Serikat Keluarga dan Mantan Buruh Migran berunjuk rasa di depan Istana Merdeka Jakarta, (19/3). Mereka meminta pemerintah menyelamatkan Satinah, TKI yang akan dihukum pancung di Arab Saudi. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Lima tenaga kerja Indonesia yang membunuh warga Pakistan di Mekah, Arab Saudi, dimaafkan tanpa membayar diyat atau uang darah. Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Gatot Abdullah Mansyur mengatakan kelimanya kini tengah menunggu pengukuhan tersebut dari pengadilan.
"Mereka masih menunggu jadwal pengadilan," katanya saat dihubungi, Minggu, 30 Maret 2014.
Menurut Gatot, kelima TKI tersebut membunuh warga Pakistan, yang merupakan tetangga mereka, pada 2007. Alasannya, mereka sering diperas oleh si tetangga itu lantaran tak memiliki dokumen tenaga kerja. "Mereka ilegal, kalau tak mau diadukan diminta membayar," ujarnya.
Pengadilan lalu menghukum kelimanya dengan hukuman mati, dan menyerahkan kepada ahli waris jika ingin hukuman tersebut diganti dengan diyat atau denda uang darah. Setelah keputusan itu, Kedutaan Besar Republik Indonesia berupaya mendekati keluarga agar memaafkan mereka.
Pihak KBRI, kata Gatot, ikut membantu memenuhi kebutuhan ahli waris. Mereka pun ikut membantu membiayai rumah sakit saat ibu korban dirawat. "Mereka miskin, kami dekati tanpa menyebut soal diyat itu," ujarnya. Keluarga akhirnya memutuskan untuk memaafkan kelimanya tanpa harus membayar uang darah itu.
Setelah mendapat keputusan pemaafan di pengadilan nanti, menurut dia, mereka masih akan menjalani persidangan lainnya. Pengadilan ini akan memutuskan hukuman pembunuhan tersebut dari sisi umum. "Sejauh mana pembunuhan itu mengganggu ketertiban umum," ujarnya.
Dia berharap hukuman itu nanti tak lebih lama dibandingkan tujuh tahun masa tahanan yang telah dijalani oleh mereka. Dengan demikian mereka bisa langsung dibebaskan.